Oleh @arnizimansari
Siapa yang tidak kenal dengan istilah Jaipong atau Jaipongan? Nama ini identik dengan Kota Bandung. Jaipong merupakan salah satu bentuk seni tari yang tumbuh dan berkembang di Kota Bandung, kemudian menyebar ke seluruh wilayah Priangan. Belakangan ini Jaipong digambarkan sebagai tarian yang lincah dan banyak gerakan pinggul. Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa Jaipong pada awalnya merupakan tarian yang menggambarkan seorang wanita anggun dan cantik, namun memiliki kemampuan bela diri yang lihai. Pencipta genre tari ini tidak lain adalah Gugum Gumbira.
Gugum Gumbira adalah seorang seniman tari sekaligus karawitan yang merasa tertantang untuk mengembangkan kesenian tradisional atas dasar pelarangan musik rock and roll oleh Presiden Sukarno pada tahun 1961. Gugum yang sedari awal sudah memiliki minat tinggi terhadap kesenian tradisional, mempelajari kesenian-kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat. Di antaranya adalah ketuk tilu, topeng banjet, dan pencak silat. Pada masa itu, sinden pada ketuk tilu berfungsi sebagai penari pula. Oleh Gugum, sinden difokuskan fungsinya hanya sebagai penyanyi dalam komposisi musik karawitannya saja.
Berbagai macam gerakan tari disadur kemudian dipadukan dengan gerakan pencak silat. Ini bertujuan untuk memberikan citra bahwa perempuan yang cantik, berbadan sintal, luwes, serta menarik hati, mampu mempertahankan dirinya melalui gerakan-gerakan bela diri, yaitu pencak silat.
Kecantikan dan kemolekan mojang Priangan betul-betul ditunjukkan melalui busana tarinya. Namun Gugum juga ingin menunjukan bahwa wanita Sunda tidak mudah ditaklukan begitu saja oleh kaum laki-laki, oleh karena itu banyak disisipkan gerakan-gerakan pencak silat.
Tari Keser Bojong adalah tarian yang melejitkan genre tari Jaipong. Pada awal kemunculannya tarian ini sempat dipermasalahkan karena dianggap terlalu erotis dan vulgar. Masyarakat Bandung saat itu terbiasa menyaksikan tarian-tarian karya R. Tjetje Soemantri yang lemah lembut, gemulai, serta andalemi, mirip dengan tarian-tarian keraton di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun Gugum Gumbira tetap bertahan dengan idealisme tariannya, yaitu perempuan dengan karakter lindeuk-lindeuk japati. Sampai pada tahun 1980 tari Keser Bojong disiarkan di TVRI Jakarta. Sejak saat itu masyarakat semakin mengenal dan menyukai tarian jenis baru ini.
Sejak kemunculannya di TVRI itulah, sanggar-sanggar yang menyediakan kursus Jaipong bermunculan. Sanggar milik Gugum Gumbira sendiri bernama Jugala yang berarti Juara dalam Gaya dan Lagu. Dari sanggar Jugala ini muncul beberapa nama penari kenamaan seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Juga pesinden yang terkenal karena lagu Daun Pulus yang mengiringi tari Keser Bojong yaitu H. Idjah Hadidjah.
Hingga saat ini, Gugum Gumbira masih menghasilkan karya-karya tari Jaipong yang baru. Di antaranya adalah Rawayan, Kawung Anten, dan Rasjati. Salah satu tari Jaipong yang unik adalah tari Sonteng. Tarian ini sangat kental dengan bentuk-bentuk tari yang berasal dari India. Selain itu, musik yang mengiringi tarian ini sangat lincah dan bersemangat, tetapi makna sesungguhnya tarian ini adalah perasaan tidak rela seorang perempuan yang akan ditinggal kekasihnya untuk waktu yang lama.
Sekarang kita lihat bentuk tari Jaipong. Banyak tarian yang memasang kuda-kuda sangat lebar, mengangkat lengan sangat tinggi, bahkan sampai ada yang melakukan gerakan jungkir balik. Tapi pada awal kemunculannya, tari Jaipong justru jauh lebih terbatas ruang geraknya. Bayangkan seorang penari wanita mengenakan kebaya sunda, sinjang, dan sanggul sasak, menari dengan lincah dan sering dikejar oleh penari laki-laki. Tidak mudah menari sambil mengenakan kain sinjang yang ruang geraknya sangat terbatas. Itulah menariknya tarian ciptaan Gugum Gumbira ini.
Kecantikan dan kemolekan mojang Priangan betul-betul ditunjukkan melalui busana tarinya. Namun Gugum juga ingin menunjukan bahwa wanita Sunda tidak mudah ditaklukan begitu saja oleh kaum laki-laki, oleh karena itu banyak disisipkan gerakan-gerakan pencak silat.
Lebih dari 50 tahun Gugum Gumbira telah berkiprah di dunia seni tradisional Jawa Barat. Puluhan karya tari telah dihasilkan dan banyak dipelajari oleh masyarakat Bandung. Banyak juga seniman-seniman lain yang menghasilkan tarian baru berdasarkan tarian yang telah diciptakan oleh Gugum Gumbira. Saat ini, putri dari Gugum Gumbira dan istrinya Euis Komariah (alm.), Mira Tejaningrum, meneruskan pengajaran di Sanggar Jugala.
Oh ya, Gugum Gumbira merupakan sosok yang dekat perempuan. Bagaimana tidak? Objek yang menjadi inspirasi utamanya dalam berkarya adalah keindahan perempuan. Beliau mampu mengekspos keindahan itu hingga hal terkecil, mulai dari sikap tubuh saat mengambil gerakan kuda-kuda, hingga kerlingan mata yang mampu menegaskan karakter suatu tarian. Pernikahannya dengan Euis Komariah (alm.) semakin mematangkan dirinya dalam setiap karya tarinya karena Euis adalah seorang pesinden andal yang populer atas namanya sendiri.
Leave a Reply