image

Salah satu karya Pak Sunaryo yang sangat menarik dan sangat saya sukai hari ini: sebongkah batu besar setinggi dada orang dewasa yang bagian atasnya dipotong miring ke bawah, lalu dilubangi mengikuti bentuk rangkaian mesin yang diletakkan di dalamnya. Mesin ini terus bergerak dengan daya yang didapat dari energi sinar matahari.
.
Pada permukaan batu yang miring itu dipasang kaca tebal yang dipotong mengikuti bentuk garis luar bongkah batu sebagai penutup mesin.
Bongkah batu ini diletakkan dalam posisi vertikal di dekat tembok kompleks Wot Batu, bagian atasnya diberi atap beton yang ditopang oleh tembok di satu sisi dan oleh kaca tebal vertikal di sisi lainnya.
.
Yang membuat lebih menarik adalah pahatan kalimat Sunda Kuno yang legendaris pada bagian atas tembok di bawah atap, sebuah kutipan dari naskah Kropak 632 yang sering disebut dengan judul “Amanat Galunggung”:
hana nguni hana mangke
tan hana nguni tan hana mangke.
.
Lalu tiba-tiba saya merasa mengenali sesuatu: prasasti. Ya, saya lihat batu ini sebagai prasasti dunia modern. Manusia dulu meninggalkan jejak lewat kalimat² dalam huruf kuno yang ditoreh pada daun lontar, atau pahatan tulisan di atas batu, atau mungkin lewat kisah tenaga gaib yang mampu meninggalkan jejak kaki pada batu cadas.
.
Selanjutnya imajinasi saya melayang ke sana-sini tentang kegiatan sejarah, tentang jejak² yang ditinggalkan oleh generasi terdahulu, dan tentang apa yang akan kita tinggalkan pada generasi yang akan datang. Hehe, ceritanya bisa sangat panjang ya.. Silakan lanjutkan saja dengan interpretasi masing².