Di Bandung terdapat satu kawasan yang nama jalanannya menggunakan nama2 dokter, baik nasional maupun internasional. Kawasan ini terletak di sekitar Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Bio Farma. Kadang2 orang menyebutnya kawasan Cipaganti berdasarkankan nama jalan utama di situ. Nah, siapa saja dokter yang namanya (pernah) dijadikan nama2 jalan itu? Ini cerita2 ringkasnya.

Image
Beberapa nama dokter di dalam kompleks jalan kedokteran di sekitar Bio Farma sebenarnya merupakan para pendiri perkumpulan kebangsaan Boedi Oetomo (20 Mei 1908). Mereka adalah Wahidin Soediro Hoesodo, Soetomo, Radjiman Wediodiningrat, Goenawan Mangoenkoesoemo, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat. Mereka semua adalah dokter-dokter yang lulus dari Sekolah Dokter Jawa atau STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen).

Tidak semua nama mereka saya temukan menjadi nama jalan di kawasan yang sama, misalnya apakah memang tidak pernah terdapat nama jalan Soetomo atau Soewardi (Soerjaningrat) atau apakah nama jalan tersebut pernah ada namun sudah berganti dengan nama jalan baru?

boedi-oetomob
Perkumpulan Boedi Oetomo

Image
dr. Radjiman (1879-1952) :
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dilahirkan dari keluarga bangsawan di Yogya tahun 1879. Pendidikan awalnya hanya sebatas mendengarkan setiap kali mengantarkan putra dr. Wahidin bersekolah. Setelah mengikuti sekolah formal, Radjiman berhasil lulus dari STOVIA pada tahun 1898 (usia 20) dan menjalani pendidikan lanjutan di Belanda, Perancis, Inggris, dan Amerika.
Keprihatinan utamanya dalam bidang kesehatan adalah saat melihat begitu banyak korban jatuh akibat wabah penyakit pes di kota Ngawi. Selain itu angka kematian karena melahirkan yang cukup tinggi saat itu juga menariknya untuk mempelajari ilmu kandungan.
Sejak 1934 Radjiman memilih tinggal di Desa Dirgo, Ngawi, dan terus bekerja menumpas wabah penyakit pes. Rumah kediamannya di Ngawi telah menjadi situs cagar budaya yang berusia 136 tahun. Radjiman ikut mendirikan Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914-1915.

Dr Soetomo
dr. R. Soetomo (1888-1938) :
Lulus STOVIA tahun 1911 dan menjadi dokter pribumi pertama bersama dr. Sjaaf yang dikirim belajar ke Belanda dengan biaya dari pemerintah Belanda. Pada 20 Mei 1908 ikut mendirikan Boedi Oetomo.

Cipto_mangunkusumo
dr. Tjipto Mangoenkoesoemo :
Sebagai dokter mendapatkan penghargaan Orde van Oranye Nassau dari pemerintah  Belanda berkat peranannya menghadapi wabah pes di Malang tahun 1920. Sebagai politikus, peranannya juga sangat penting, salah satunya adalah ikut mendirikan Boedi Oetomo. Beberapa buku menyebutkan klinik praktik dr. Tjipto di Bandung terletak di Pangeransoemedangweg, dekat Societeit Mardihardjo.

Wahidin
dr. Wahidin Soedirohoesoedo (1852-1917) :
Walaupun tidak termasuk pendiri perkumpulan Boedi Oetomo, tetapi Wahidin berjasa dalam menggagas terbentuknya organisasi ini. Dua pokok yang menjadi perjuangannya ialah memperluas pendidikan dan pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.
Wahidin banyak bergaul dengan rakyat biasa dan dapat meilhat jelas penderitaan rakyat terjajah. Baginya pembebasan dari ketertindasan ini adalah dengan membuat rakyat menjadi cerdas. Wahidin berkeliling door to door menemui tokoh2 masyarakat untuk menyampaikan idenya tentang “dana pelajar” sebagai cara membantu pemuda2 cerdas  yang tidak punya kesempatan banyak belajar. Sayang idenya kurang mendapat tanggapan.
Saat mengikuti pendidikan di STOVIA Wahidin juga mengemukakan perlunya mendirikan organisasi yang dapat memajukan martabat bangsa. Baru di sinilah idenya ditanggapi dengan baik dengan terbentuknya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.

dr. Susilo (1891-1944) :
Adik dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo. Beliau lulusan STOVIA tahun 1913, kemudian berperan banyak dalam pemberantasan penyakit malaria. Tewas dibunuh Jepang bersama sejumlah dokter lainnya di Kalimantan tahun 1944.

dr-slamet (1).jpg
dr. Slamet (Atmosoediro) (1891-1930)
Slamet Atmosoediro dilahirkan di Lampegan, Cianjur, pada tahun 1891. Mengikuti pendidikan di STOVIA dan lulus pada tahun 1916. Setelah menjadi dokter, pernah bertugas di Batavia, lalu di Tobelo, Halmahera. Tahun 1927 dr. Slamet bertugas memimpin sebuah tim untuk memberantas wabah pes di Garut, sayang beliau justru terjangkit juga oleh penyakit tersebut hingga wafat pada 11 Mei 1930. Nama dr. Slamet kemudian diabadikan menjadi nama rumah sakit (Zieken Huis Garoet) tempatnya bertugas saat itu, RSUD dr. Slamet.

dr. Goenawan (Mangoenkoesoemo) :
Nama Goenawan memang tidak seterkenal kakaknya, Tjipto Mangoenkoesoemo. Tetapi mereka sama-sama memiliki minat mendalam pada politik, sama-sama pembangkang. Namun, berbeda dengan Tjipto yang sangat berani menunjukkan sikap antidiskriminasi di hadapan publik, Goenawan lebih memilih menunjukkannya melalui tulisan seperti yang dilakukannya melalui koran Java Bode, isinya menyerang kebijakan pemerintah yang mengangkat bupati berdasarkan garis keturunan dan bukan kemampuannya.

dr. Soekimin :
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), dr. Soekimin menjabat sebagai direktur ke-8 Rumah Sakit Khusus Mata Cicendo, dalam menjalankan tugasnya beliau didampingi oleh seorang dokter Jepang. Pada masa itu RS Mata Cicendo diubah menjadi rumah sakit umum yang melayani semua penyakit.

dr. Roem Mangoenprodjo :
Raden Roem dilahirkan di Juana, Jawa Tengah, pada tahun 1883. Ia mengikuti pendidikan di STOVIA dan berhasil lulus pada tahun 2565 (?). Setelah menjadi dokter, dr. Roem pernah bertugas di Kediri, Cimahi, P. Sambu, Mojokerto, dan Bandung. Dokter Roem wafat di Bandung pada tahun 1939 kemudian dimakamkan di Kampong Pekayon, Desa Kranggan, Kec. Prajurit Kulon, Mojokerto. Selama hidupnya dr. Roem tidak menikah dan tidak memiliki keturunan. Ketika wafat, dr. Roem meninggalkan warisan sebidang tanah kering di Ds. Bendoel, Kec. Sukatani, Purwakarta, kepada saudara kandungnya, Rd. Mohamad Stamboel.

dr. Roebini :
Bersama istrinya ikut tewas dalam pembunuhan massal kaum intelektual di Kalimantan yang dilakukan Jepang di Pontianak, 1944.

Prof. Abdulrachman Saleh (1909 – 1936) :
Gugur bersama Adi Sutjipto dalam pesawat terbang yang ditembak oleh Belanda.

Prof. Dr. KRMT Saleh Mangundiningrat atau dr. Saleh (1892-19..) :
Lulus dari STOVIA bekerja sebagai dokter Belanda di Solo. Aktif dalam pemberantasan penyakit pes di tengah pertambangan batu bara di Ombilin, Sawahlunto, Sumatera Barat. Melanjutkan pendidika S-3 di Belanda dan lulus sebagai Europees Arts dan ditugaskan di Menado, lalu pindah ke Surabaya, kemudian ke Solo sebagai dokter probadi di Kraton Susuhunan Paku Buwono X.
Saleh berasal dari keluarga santri dan kiai di Belerejo, Madiun. Masa mudanya banyak belajar teosofi Annie Besant. Empat anak2nya menjadi orang2 yang dikenal luas, Siti Wahyunah SH atau Poppy Sjahrir (istri Sjahrir), Dr. Soedjatmoko, Prof. Miriam Budiarjo, dan Nugroho Wisnumurti SH. Pada masa akhir kehidupannya Dokter Saleh menjabat rektor Universitas Tjokroaminoto di Solo.

Dr. Abdul Rivai :
Pemuda Sumatra Barat yang bersekolah di STOVIA pada 1886, lulus tahun 1894 kemudian bekerja sebagai dokter Belanda. Tahun 1899 melanjutkan pendidikan ke Belanda dengan bantuan Van Deventer dan Prof. Eijkman. Rupanya peraturan Belanda belum membolehkan lulusan STOVIA melanjutkan studi seperti itu sehingga Rivai mengikuti kursus saja untuk mendapatkan ijazah gymnasium seperti syarat yang berlaku saat itu.
Tahun 1904 Belanda mulai membuka program lanjutan bagi siswa STOVIA, Abdul Rivai langsung mengikuti program itu dan lulus tahun 1907. Tahun berikutnya Abdul Rivai mengikuti program ujian terbuka tingkat doktoral (tanpa disertasi) di Universitas Gent, Belgia, dan lulus. Dengan begitu Abdul Rivai adalah orang Indonesia pertama yang lulus sebagai dokter Belanda sekaligus sebagai doktor (S-3) pertama. Pada tahun 1910 Abdul Rivai bertugas sebagai dokter militer di Cimahi, lalu Cicadas, dan selanjutnya akan banyak berpindah tempat.
Kegiatan Abdul Rivai dalam bidang politik cukup menonjol dengan menjadi anggota Volksraad selama tiga periode (1918-1923) pada masa Gubernur Jendral van Limburg Stirum. Abdul Rivai juga aktif sebagai jurnalis di berbagai media seperti Bintang Hindia, Bandera Wolanda, Pewarta Wolanda, atau koran Belanda, Oost en West dan Algemeen Handelsblad. Adinegoro menyebutnya sebagai “bapak dalam golongan journalistik.”
Abdul Rivai meninggal dan dimakamkan di Bandung pada 16 Oktober 1933.
Ini satu cuplikan tulisannya di edisi pertama koran yang diterbitkannya, Bintang Hindia (1902): “Tak ada gunanya lagi membicarakan bangsawan asal sebab kehadirannya merupakan takdir. Jika nenek moyang kita keturunan bangsawan, maka kita pun disebut bangsawan, meskipun pengetahuan dan capaian kita bagaikan katak dalam tempurung. Saat ini pengetahuan dan pencapaianlah yang menentukan kehormatan seseorang. Situasi inilah yang melahirkan bangsawan pikiran.”

dr. Samjoedo (Sam Joedo Prawiro) :
Pernah berpraktik di Bandung dan Semarang. Saat Bung Karno mencarikan jodoh untuk Moh. Hatta, Bung Karno bertanya kepada ibunya Rachmi Hatta, siapa gadis paling cantik di Bandung. Salah satu jawabannya adalah Meta, putri dr. Sam Joedo Prawiro. Dari daftar nama dokter di Semarang terbitan 1932 nama dr. Sam Joedo Prawiro tercantum beralamat di Bakalweg I (sekarang Jl. Bakal). Namanya juga tercatat sebagai pelanggan suratkabar berbahasa Jawa Kawi dan pernah meneliti tentang penyakit Parotitis tahun 1920. Hasil penelitiannya masih terdapat di perpustakaan University of Toronto.

dr. Djoendjoenan Setiakusumah (1888- ) :
Nama dokter Djoendjoenan dikenal sebagai salah satu tokoh yang ikut mendirikan Paguyuban Pasundan pada tahun 1914. Semasa belajar di STOVIA, Djoendjoenan ikut aktif dalam Boedi Oetomo walaupun tidak mewakili kelompok garis keras. Selain itu, ia juga aktif dalam organisasi Indische Partij dan ambil peran dalam penyebaran Sarekat Islam di bagian selatan Batavia. Djoendjoenan termasuk dokter angakatan pertama yang lulus dari STOVIA, setelah menjadi dokter ia bekerja di Juliana Ziekenhuis Bandoeng (kelak menjadi RS Rancabadak, kemudian RSHS). Juliana Ziekenhuis saat itu hanya memiliki 8 dokter, 6 orang Belanda serta 2 pribumi, masing-masing dr. Djoendjoenan dan dr. Tjokro Hadidjojo.

dr. Hasan Sadikin :
Tahun 1962 menjadi Dekan Fakultas Kedokteran UNPAD dan pada bulan Agustus 1965 juga diangkat menjadi Direktur Rumah Sakit Rantja Badak menggantikan dr. H. Chasan Boesoirie Sp THT. Pada saat beliau menjabat posisi ini, pada tanggal 16 Juli 1967 beliau wafat. Kemudian sebagai penghormatan atas jasa beliau, pemerintah mengganti nama RS Rantja Badak menjadi RS dr. Hasan Sadikin.

images
dr. Nijland :
Albert Nijland peneliti di Pasteur Instituut dan menemukan serta memproduksi vaksin antikolera secara massal. Nijland secara rutin melakukan vaksinasi massal bagi masyarakat sehingga wilayah Hindia bebas dari penyakit kolera.

louisotten
dr. Otten:
Louis Otten kelahiran Rijswijk, Belanda, adalah seorang peneliti dan pernah menjabat direktur di Pasteur Instituut. Jasanya sangat besar dalam penelitian vaksin anticacar dengan mengembangkan teknik imunisasi yang sebelumnya dirintis oleh Edward Jenner. Otten menemukan vaksin cacar kering yang kemudian terbukti ampuh membasmi penyakit cacar di Indonesia dan dunia. Otten juga mengembangkan vaksin untuk penyakit pes pada tahun 1934. Otten mendapatkan penghargaan Nobel atas jasa2nya dalam bidang kesehatan. Di luar bidang kedokteran, Otten tercatat tampil sebagai pemain bola dalam Olimpiade Musim Panas tahun 1908.

Dr Westhoff
Patung dada Westhoff masih ada di halaman dalam Wyata Guna
(Foto oleh Nia Janiar)

dr. Westhoff:
C.H.A. Westhoff adalah dokter spesialis mata yang menaruh banyak perhatian terhadap nasib orang buta di Hindia Belanda. Tahun 1901, setelah membuat laporan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda, ia mulai bekerja dengan mendirikan Vereeniging tot Verbetering van het lot der Blinden in Nederlandsch Oost-Indie atau Yayasan Perbaikan Nasib Orang Buta. Pelindung yayasan ini adalah Gubernur Jendral W. Rooseboom.
Pada tahun itu juga didirikan Bandoengsche Blinden Instituut di Tjitjendoweg dengan dua orang siswa, Johanna Everdina Schutter dan Albert Borgerhoff. Setelah sempat berpindah tempat ke Jl. Braga, sekolah ini kemudian menetap di Jl. Pajajaran sampai sekarang dan namanya menjadi Wyata Guna. Tahun 1907 Westhoff mendirikan Koningin Wilhelmina Ooglijdergasthuis yang sekarang menjadi Rumah Sakit Mata Cicendo.

Christiaan_Eijkman
Prof. Eijkman (Nijkerk, Gelderland, 1858 – Utrecht, 1930):
Christiaan Eijkman adalah dokter lulusan Universitas Amsterdam. Tahun 1883 hingga 1885 dia bertugas di Hindia Belanda sebagai direktur laboratorium patologi dan bakteriologi STOVIA. Dalam masa tugasnya ini Eijkman juga  menemukan dan meneliti bakteri penyakit beri-beri bersama Robert Koch. Saat itu penyakit beri-beri masih sangat berbahaya dan belum ada obatnya. Yang umumnya terserang penyakit ini adalah tentara Belanda sedangkan penduduk pribumi jarang sekali yang terjangkit.
Eijkman melakukan percobaan2 melalui ayam yang diberi makan beras utuh dan beras yang sudah dibersihkan. Ternyata ayam yang makan beras utuh terhindar dari penyakit. Dari percobaan inilah Eijkman kemudian dapat menemukan vitamin B1 (thiamine).
Berbagai jasa Eijkman dalam bidang kesehatan membuatnya mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1929. Selanjutnya Eijkman menjadi guru besar di Utrecht, Belanda. Selain sebagai nama jalan di Bandung, nama Eijkman juga dipakai untuk Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta.

Paul_Ehrlich
Paul Ehrlich (1854 – 1915) :
Ehrlich adalah dokter berkebangsaan Jerman yang banyak meneliti dalam bidang2 hematologi, imunologi, dan kemoterapi. Beberapa percobaannya berhasil menemukan metode pembeda tipe2 sel darah yang mengarahkan ke penemuan2 penyakit dalam darah. Mulai tahun 1880 Ehrlich mempelajari sel2 darah merah dan dapat menemukan kandungan normoblasts, megaloblasts, microblasts, dan poikiloblasts dalam sel darah merah. Dengan ini Ehrlich meletakkan dasar2 analisis penyakit anemia. Sebelumnya Ehrlich telah membuat dasar2 analisis penyakit leukemia dengan penelitian sel darah putih.
Laboratoriumnya juga menemukan arsphenamine atau salvarsan yang ampuh mengobati penyakit sifilis.  Ehrlich juga mengembangkan antiserum untuk diphteria  dan merancang suatu metode dasar serum terapetik. Pada tahun 1908 Ehrlich mendapatkan penghargaan Nobel dalam bidang physiology or medicine untuk jasanya di bidang imunologi.

Ehrlich Re (6)
dr. Hata
Di Bandung nama ini tampaknya salah tulis menjadi dr. Hatta padahal semestinya dr. S. Hata, seorang dokter Jepang yang banyak membantu pekerjaan dr. Ehrlich di sebuah laboratorium yang bernama Rumah George Spreyer di Frankfurt-am-Main. Laboratorium ini adalah sumbangan janda bankir kaya tersebut, Franziska Spreyer, dan di sinilah Ehrlich dengan bantuan S. Hata melakukan ratusan percobaan kimia. Salah satu hasil yang paling menonjol adalah obat sifilis yang mereka kembangkan bersama.

Roentgen2

Wilhelm Conrad Röntgen (1845 – 1923) :
Dokter berkebangsaan Jerman ini berhasil menemukan dan memproduksi sistem radiasi eletronik dalam rentang gelombang panjang pada tahun 1895. Penemuannya yang banyak membantu dalam dunia kedokteran ini sekarang kita kenali sebagai sinar X atau X-rays atau sinar röntgen. Untuk jasanya ini Röntgen mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1901.
Temuan Röntgen ini menjadi rintisan bagi fisika modern sekaligus membuat revolusi dalam kedokteran diagnostik. Selain itu, Röntgen juga melakukan penelitian2 lain yang berhubungan dengan panas seperti panas gas, konduksi panas pada kristal atau penyerapan panas oleh gas.
Organisasi Kimia Murni dan Terapan Internasional juga mengabadikan namanya untuk element 111 yaitu roentgenium, elemen radioaktif tinggi dengan isotop2 jamak yang tidak stabil.

Marie_Curie_c1920
Maria Salomea Sklodowska (Marie Curie, 1867 – 1934) :
Marie Curie atau sering disebut juga Madame Curie, adalah satu2nya orang yang pernah mendapatkan dua buah penghargaan Nobel untuk dua bidang keilmuan yang berbeda, fisika dan kimia. Marie juga merupakan perempuan profesor pertama di University of Paris (La Sorbonne).
Marie berkebangsaan Polandia namun banyak bekerja di Perancis yang saat itu sedang giat dalam penelitian radioaktif. Istilah radioaktif memang dari Marie Curie, dia mengembangkan teori2nya, teknik mengisolasi isotop, dan menemukan elemen2 polonium dan radium.
Marie Curie kemudian mendirikan Curie Institute di Paris dan Warsawa. Kedua tempat ini masih merupakan lembaga terkemukan dalam riset obat2an. Walaupun sudah menjadi warga Perancis, Marie Curie tidak pernah melupakan tanah airnya, Polandia. Anak2nya tetap diajarinya berbahasa Polandia, dan secara rutin mengunjungi negri itu. Elemen kimia pollonium yang ditemukannya pun diberi nama berdasarkan nama negri kecintaannya, Polandia.
Marie Curie meninggal pada tahun 1934 karena aplastic anemia yang didapatkannya dari kontak2 langsung dengan radiasi selama bertahun2.

Tableau_Louis_Pasteur.jpg
Louis Pasteur (1822 – 1895) :
Istilah pasteurisasi (pasteurization) sudah dikenal luas sebagai suatu teknik sterilisasi dalam pengolahan susu atau anggur agar aman diminum. Nama teknik itu berasal dari penemunya, Louis Pasteur.
Pasteur adalah seorang ahli kimia dan mikrobiologist yang banyak berjasa dalam menemukan mikrobiologi medikal. Penemuan2 utamanya adalah identifikasi berbagai penyebab2 serta pengembangan teknik2 pencegahannya. Pasteur menemukan vaksin antirabies dan antianthrax. Ia juga berhasil mengurangi tingkat kematian yang tinggi yang disebabkan oleh demam. Sebagai mikrobilogist, Pasteur adalah salah satu dari tiga tokoh peletak dasarnya selain Ferdinand Cohn dan Robert Koch.
Pasteur berhasil menemukan banyak hal dalam bidang kimia, salah satu yang paling terkenal adalah dasar molekuler asimetris pada kristal. Pasteur juga yang pertama kali menyarankan agar dokter2 selalu membasuh tangan dan membersihkan peralatan kedokteran sebelum melakukan pembedahan.
Sebagai tokoh dunia kedokteran yang sangat berpengaruh dan banyak berjasa, namanya dapat ditemukan menjadi nama jalan di banyak tempat di seluruh dunia. Setelah meninggal, Pasteur dimakamkan di Katedral Notre Dame tapi kemudian dipindahkan ke lembaga internasional yang membawa namanya, Institut Pasteur, di Paris.

PASTEUR

The Pasteur Institut
Lembaga penelitian nonprofit ini didirikan pada tahun 1887 untuk mendalami berbagai studi dalam bidang biologi, organisma mikro, penyakit2, dan vaksin2. Hasil2 penelitiannya sudah banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, mencegah dan mengobati berbagai penyakit seperti difteri, tetanus, tuberculosis, polio, influenza, atau demam kuning. Sejak 1908, sudah lebih 10 orang dari lembaga ini yang menerima penghargaan Nobel.
Di Bandung juga ada jejak Institut Pasteur. Lembaga ini sekarang bernama Bio Farma, gedungnya masih megah berdiri di Jl. Pasteur.

Gedung Bio Farma
Pada tahun 1890 di Batavia berdiri lembaga Parc Vaccinogene yang kemudian berubah nama pada tahun 1895 menjadi Parc Vaccinogene en Institut Pasteur. Masih terjadi beberapa kali ganti nama sebelum akhirnya menjadi Perusahaan Negara Bio Farma pada tahun 1961: Landskoepok Inrichting en Institut Pasteur (1902-1941), Bandoeng Buki Kenkyushoo (1942-1945), lalu kembali ke nama Landskoepok Inrichting en Institut Pasteur (1945-1949), lalu Gedung Cacar dan Lembaga Pasteur (1950-1954), dan Lembaga Negara Pasteur (1955).
Bangunan Lembaga Pasteur (Bio Farma) di Bandung didirikan pada tahun 1926 dengan arsitektur hasil rancangan C.P. Wolff Schoemaker. Kompleks bangunan lembaga ini masih tampak utuh hingga sekarang. Jalan di depannya dahulu berupa boulevard dengan pohon2 palm di sisi kiri-kanan jalannya.
Setelah kehadiran jalan layang Pasupati, maka sebagian besar bagian gedung Bio Farma menjadi terhalang dan tidak leluasa lagi dinikmati. Namun sepanjang sisi lembaga ini belakangan ditata baik dengan membuat taman2 dan sedap dipandang.

 Oya, tambahan sambil lalu saja, yang namanya jalan Cipaganti itu dari dulu juga ada, ruas jalannya pendek dan menghubungkan Jl. Cihampelas dengan Jl. Cipaganti. Sekarang menjadi Jl. Sastra. Sedangkan Jl. Cipaganti saat ini yang memanjang dari Jl. Wastukancana sampai Jl. Setiabudhi di utara, dulu bernama Nijlandweg.

Beberapa nama dokter lain yang belum saya dapatkan informasinya:
dr. Djundjunan
dr. Rum (Raden Roem) : Kelahiran Juwana dan lulus STOVIA tahun 2565. Bertugas di Kediri, Cimahi, P. Sambu, Bandung, dan Mojokerto.

DAFTAR NAMA JALAN KEDOKTERAN DI BANDUNG
 Jl. Dr. Abdul Rivai – Tirionweg
Jl. Dr. Cipto – Roemer-Visscherweg
Jl. Dr. Djundjunan
Jl. Dr. Gunawan – Vosmaerweg
Jl. Dr. Hatta – Hattaweg
Jl. Dr. Otten – Rotgansweg
Jl. Dr. Rajiman – Helmersweg
Jl. Dr. Rubini – Tesselchadeweg
Jl. Dr. Rum – Potgieterweg
Jl. Dr. Saleh – Dokter Salehweg
Jl. Dr. Samyudo – Samjoedoweg
Jl. Dr. Slamet – Dokter Slametweg
Jl. Dr. Sukimin – Prof. Grijnsweg
Jl. Dr. Susilo – PC Hooftweg
Jl. Dr. Sutomo – Dokter Borgerweg
Jl. Dr. Wahidin – Buskenheut
Jl. Nijland – van Leeuwenhoekstraat
Jl. Pasteur – Pasteurweg
Jl. Prof. Eijkman – Ziekenhuisweg
Jl. Rontgen – Rontsgenweg
Jl. Westhoff – Westhoffweg
Taman Otten – Rotgansplein

Advertisement