Berikut ini tulisan Audya Amalia, rekan saya di @KomunitasAleut. Sudah dipost juga di beberapa website lain.

Apa yang biasanya dikisahkan setiap kita membahas tentang patung pastor di sudut Taman Maluku Bandung? Cerita yang selama ini berkembang di masyarakat selalu saja berhubungan dengan urban legend yang mengisahkan bahwa patung tersebut dapat bergerak dan berubah posisi.

Setiap mendengar kisah semacam itu, saya selalu ingin menyaksikannya langsung dan membayangkan hal tersebut dapat menjadi sebuah pengalaman estetik yang sangat canggih. Tapi setiap saya lihat patung tersebut, ya begitu-gitu saja. Diam, berdiri statis dengan jubahnya yang agung, sambil menggenggam sebuah alkitab dengan tatapan lurus ke depan.


Patung Verbraak (Sumber: grarueb.nl)

Sulit untuk menangkap dengan mata telanjang bagaimana eskpresi wajah patung ini, karena diletakkan di atas tembok pedestal putih yang tinggi. Pada bagian pedestal tersebut, tersemat nama “PASTOOR H.C. VERBRAAK” dengan huruf kapital hitam yang sangat kontras. Ditambah dengan keterangan tahun kelahiran dan kematian “1835–1918” seperti sebuah batu nisan.

Dalam tour Urban Legend yang diselenggarakan Komunitas Aleut dan Mooibandoeng pada 15 Februari 2020, dijelaskan bahwa Verbraak adalah seorang misionaris kelahiran Rotterdam yang pernah mendapatkan tugas di Padang dan Aceh.

Pastor dengan nama lengkap Henricus Christiaan Verbraak ini, dikenang sebagai sosok yang sederhana dan penuh cinta kasih. Sebagian besar umat yang mengikuti pelayanannya adalah para tentara yang bertugas di Aceh. Ia mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan ajaran agama dalam lingkungan militer di Hindia Belanda.

Di usia 77 tahun, kesehatan Pastor Verbraak menurun dengan drastis. Ia pun berhenti dari tugasnya dan menetap di Magelang, Jawa Tengah. Kota ini merupakan salah satu kota militer di Hindia Belanda. Ia menghembuskan meninggal dunia dan dimakamkan di kota tersebut.

Pada tahun 1922, Pemerintah Kota Rotterdam memberikan penghargaan untuknya atas pengabdiannya bagi kemanusiaan. Lembaga The Dutch East Indian Army di Bandung mengumpulkan dana untuk pembuatan patung sang pastor sebagai monumen ingatan terhadap kebaikan yang telah diberikannya.


Tour Urban Legend bersama Komunitas Aleut dan Mooibandoeng pada 15 Februari 2020 (Sumber: Komunitas Aleut)

Malam ketika tour Urban Legend itu, saya pun memerhatikan kembali wujud patung Verbraak. Saya bandingkan ketinggian patung ini 3x lipat dari tinggi badan rata-rata para peserta yang berdiri di sekitarnya –yang sedang menyimak pemaparan para pemandu. Setiap memerhatikan karya yang diletakkan di ruang publik seperti patung Verbraak ini, selalu ada pertanyaan khusus yang menggantung di pikiran. Siapa perupa yang membuat karya ini?

Ketika rombongan berjalan ke arah titik terakhir tour, Ariyono, salah satu pemandu Urban Legend dari Komunitas Aleut, memberitahu saya sekilas bahwa patung Verbraak dibuat oleh seorang perempuan pematung Belanda. Saya pun tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai sang pematung.

Gra Rueb dan Dunia Seni Rupa

Ialah Gerharda Johanna Wilhelmina Rueb. Dalam beberapa sumber tertulis, namanya sering disingkat menjadi G.J.W Rueb, namun dalam dunia seni rupa ia memiliki nama panggung Gra Rueb. Perempuan ini lahir di sebuah kota di selatan Belanda bernama Breda, pada tanggal 4 September 1885. Ia dikenal sebagai seorang pematung dan medailleur (seniman yang merancang uang koin).


Gra Rueb tengah mengerjakan model untuk Monumen HJ Lovink. Foto diambil pada tahun 1941. (Sumber: grarueb.nl)

Rueb dilahirkan dari keluarga yang sejahtera. Ia adalah anak dari direktur perusahaan mesin De Machinefabriek Breda, Johann Gerhard Rueb. Perusahaan ayahnya ini merupakan pemasok terbesar lokomotif uap untuk perusahaan trem di Belanda pada akhir abad ke-19.

Sejak kecil, Rueb menaruh minat dalam kesenian. Dalam sebuah wawancara di surat kabar Het Vrije Volk, Rueb pernah mengungkapkan masa kecilnya yang telah terbuka dengan dunia seni.

Dari wawancara tersebut, kita dapat mengetahui bahwa situasi pada awal abad ke-20 di Eropa, pendidikan artistik masih dipandang sebelah mata. Ada dua hal yang mendasarinya, pertama, studi model tanpa pakaian dianggap praktik yang tidak pantas. Kedua, seni rupa –terutama seni patung–tidak sesuai untuk perempuan karena dianggap pekerjaan yang berat dan kasar.

Gra Rueb tetap teguh memperjuangkan keinginannya menjadi perempuan pematung, mengingat saat itu jumlahnya masih sangat sedikit. Meski sempat tidak direstui oleh ayahnya, perlu diingat bahwa Rueb terlahir dari keluarga yang sejahtera. Posisi ini sangat memungkinan Rueb untuk mampu membayar pelatihan-pelatihan kesenirupaan yang diinginkannya kepada berbagai perupa terkemuka.

Pada tahun 1911, Rueb pun mengasah teknik menggambar dan mematung di Den Haag kepada gurunya Toon Dupuis, pematung Belgia. Empat tahun kemudian, guna mematangkan keahliannya, Rueb pindah ke Paris. Di sana, ia mempelajari seni patung kepada salah satu pematung berpengaruh di Prancis, Antoine Bourdelle. Sejumlah seniman ternama pun pernah menjadi murid Bourdelle, di antaranya Alberto Giacometti dan Henri Matisse. (“De dieren van Gra Rueb: Fijnzinnig werk van een stoere vrouw”, Arjana de Bruin, De Kunstenaar)


Gra Rueb tengah mengerjakan patung kuda di studio Georg Graff pada tahun 1954 (Sumber: grarueb.nl)

Sebagai sosok penting dalam gerakan Art Deco di Eropa, Bourdelle terlibat dalam masa transisi dari gaya Beaux-Arts ke gaya patung modern. Secara estetika, Rueb pun mendapatkan pengaruh yang kuat dari gurunya ini.

Sepulangnya dari Paris, Rueb menetap di Den Haag. Ia memantapkan karir dalam dunia seni rupa dengan patung sebagai fokus medium yang dipilihnya. Selain itu, ia pun merancang berbagai uang koin serta bust (patung kepala). Rueb pun pernah merancang patung keramik untuk perusahaan keramik termasyhur di Belanda, Goedewaagen (kini bernama Royal Goedewaagen).

Gra Rueb dalam Penggarapan Patung Verbraak

Pemerintah Belanda melirik Rueb untuk bekerjasama dalam berbagai proyek. Beragam patung, monumen, dan plakat, dibuatnya. Pada tahun 1926, Rueb membuat patung bust Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik yang ditempatkan di Balaikota Rotterdam. Patung inilah yang menggiring Rueb untuk mengerjakan proyek patung Verbraak di Bandung.

Dalam monograf berjudul De Beeldhouweres Gra Rueb yang ditulis oleh kritikus seni, Cornelis Veth, dijelaskan bahwa Rueb langsung bersedia menerima tawaran proyek pembuatan patung Verbraak karena rasa hormatnya pada sosok sang pastor sangat tinggi. Bahkan Rueb tidak memaksakan klaim untuk karya patung ini.


Peresmian Patung Verbraak, dipindai dari “Life” edisi 3 April 1922 (Sumber grarueb.nl)

Rueb tidak lantas berlayar ke Hindia Belanda dan datang ke Bandung untuk membuat patung ini. Ia mengerjakan rancangan patung Verbraak setinggi 2,5 meter di Belanda. Model patung tersebut kemudian dicetak dengan material akhir perunggu oleh Fonderie Nationale di Brussel. Bagian pedestal patung dibuat tinggi dengan berbahan dasar granit Bavaria. Monumen ini pun kemudian diangkut ke Hindia Belanda oleh perusahaan kapal uap Nederland, lalu dikirim ke Bandung dan diletakkan di Molukkenpark (Taman Maluku).

Patung Verbraak berdiri dengan gagah di sudut taman itu. Meski dibuat dengan ukuran yang tinggi, Rueb seperti tahu betul bahwa Verbraak adalah sosok yang rendah hati. Rueb pun menggambarkan gestur Verbraak dengan kepala yang sedikit tertunduk ke bawah, tidak tegak dengan angkuh. Kerut demi kerut di dahi sang pastor dibuat mengimbangi tatapannya yang teduh.

Pada dada kiri, terdapat empat lencana penghargaan. Dalam situs onderscheidingen.nl, Erik Müller menjelaskan arti empat lencana tersebut sebagai berikut (dari kiri ke kanan):

· Ridder in de Orde van de Nederlandsce Leeuw (Ksatria Ordo Singa Belanda)

· Officier in de Orde van Oranje-Nassau (Petugas Orde Oranye-Nassau)

· Atjeh-medaille 1873–1874 (Medali Aceh 1873–1874)

· Eereteeken voor belangrijke krijgsbedrijven met gesp ‘Atjeh 1873–1874’ (Tanda Kehormatan dalam Perang Aceh 1873–1874)


Kartu pos bergambar patung Pastor Verbraak (sumber: grarueb.nl)

Semasa hidupnya, karya-karya Rueb dibeli oleh berbagai museum seperti Gemmentemuseum Den Haag, Museum Boijmans van Beuningen di Rotterdam, Museum Stedelijk Amsterdam, dan Museum Kröller-Müller di Otterlo. Museum Breda, di kota kelahiran Rueb, pun mengumpulkan karya-karya Gra Rueb.

Tepat pada ulang tahun Rueb yang ke-60 pada 1946, Cornelis Veth menuliskan sebuah monograf berjudul De Beeldhouweres Gra Rueb. Dua sepupu dari Rueb berinisiatif membangun sebuah situs web grarueb.nl yang berisikan informasi mengenal kehidupan dan sebagian besar karya-karya bibinya tersebut. Pada 26 Desember 1972, Gra Rueb menghembuskan nafas terakhirnya di Den Haag.

Dari penelusuran ini, kita dapat mengetahui bahwa Verbraak tidak pernah menginjakkan kakinya di Bandung. Begitu pula dengan sang pematung. Jejak fisik Gra Rueb di Bandung hanya dapat ditemukan di sisi kiri pedestal patung Verbraak. Di sana tertera tandatangannya bertuliskan nama “GJW Rueb”.


Tandatangan Gra Rueb (sumber: grarueb.nl)

* * *

Dimuat pertama kali di https://medium.com/@audyaamalia/