Awalnya adalah kiriman sebuah foto rumah tua melalui media whatsapp di telepon genggam saya. Rekan yang mengirimkan gambar rumah ini juga memberikan keterangan bahwa rumah tersebut terletak di Gelriastraat dan merupakan rumah kediaman EFE Douwes Dekker alias Danudirja Setiabudi. Keterangan ini agak membuat saya heran, karena seingat saya dari hasil bacaan beberapa buku yang menyinggung nama EFE Douwes Dekker, rumahnya terletak di Lembangweg atau Jl. Setiabudi sekarang.

10845615_10202465837286509_8539137160591350308_o
Rumah di Gelriastraat, Bandoeng. (Kitlv.nl)

Gambar rumah tersebut dikirimkan oleh rekan saya bukan hanya karena dugaan sebagai rumah tinggal EFE Douwes Dekker, melainkan juga karena rumah itu berjuluk “Dulce Domum” berdasarkan tulisan yang terpasang di dinding depannya. Frasa Dulce Domum sudah pernah saya diskusikan beberapa waktu sebelumnya bersama Komunitas Aleut saat Ngaleut di kawasan permukiman sekitar Jl. Trunojoyo (Ngaleut Kawasan Trunojoyo, 3 November 2013). Ketika itu kami melihat sebuah rumah tua dengan tulisan Dulce Domum di depannya. Kami juga sempat berkunjung masuk dan berbincang dengan pemilik rumah saat itu. Tidak banyak informasi yang kami dapatkan saat itu, tidak ada keterangan istimewa tentang pemilik atau penghuni rumah tersebut di masa lalu. Hanya keterangan ringkas yang tidak terlalu meyakinkan, bahwa Dulce Domum bermakna Rumah Cinta.

Pada usia yang masih muda, 17 tahun, Guido ikut bersama kakak-kakaknya, Ernst dan Jules, menjadi relawan dalam Perang Boer II di Afrika Selatan. Kakak-kakaknya percaya bahwa mereka masih memiliki keterkaitan darah dengan kaum Boer dan karena itu mereka harus membantu saudara-saudaranya di sana.

Kiriman foto bergambar rumah ini akhirnya membuat penasaran juga. Saya coba bongkar-bongkar arsip yang bisa saya temui, termasuk ke sumber asli foto itu, situs kitlv.nl. Di situs ini segera saja keterangan rekan saya terkoreksi, karena dituliskan pada foto rumah itu keterangan “Dulce Domum, het eerste huis van de familie G.M.G. Douwes Dekker in de Gelriastraat te Bandoeng”. Jelas bukan EFE Douwes Dekker, melainkan GMG Douwes Dekker. Siapakah dia?

Berdasarkan situs genealogieonline.nl, dapat saya ketahui, GMG Douwes Dekker ternyata adalah adik bungsu EFE Douwes Dekker, kelahiran tahun 1883. Pasangan Auguste Henri Edouard Douwes Dekker (?) dan Louise Margaretha Neumann (1826-1910) memiliki empat orang anak, masing-masing, Adeline Douwes Dekker (1876-1935), Jules Douwes Dekker (1878-1940), Ernst Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), dan Guido Maximiliaan Gustaaf Douwes Dekker (1883-1959). Kakek mereka, Jan Douwes Dekker (1816-1864) adalah kakak dari penulis buku Max Havelaar (1860), Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang lebih dikenal dengan nama samarannya, Multatuli.

Guido Maximiliaan Gustaaf Douwes Dekker (1883-1959). (Kitlv.nl)
Guido Maximiliaan Gustaaf Douwes Dekker (1883-1959). (Kitlv.nl)

Pada usia yang masih muda, 17 tahun, Guido ikut bersama kakak-kakaknya, Ernst dan Jules, menjadi relawan dalam Perang Boer II di Afrika Selatan. Kakak-kakaknya percaya bahwa mereka masih memiliki keterkaitan darah dengan kaum Boer dan karena itu mereka harus membantu saudara-saudaranya di sana. Tidak saya temukan catatan apapun selama kakak beradik ini menjadi relawan di Afrika Selatan. Yang umum diketahui adalah bahwa EFE Douwes Dekker tertangkap oleh tentara Inggris dan ditahan dalam kamp interniran di Srilanka, lalu kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1903.

Setelah itu, EFE Douwes Dekker aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, termasuk dengan turut mendirikan Indische Partij bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat di Bandung. Aktivitas organisasi ini membuat mereka diasingkan ke Belanda. Namun di negeri penjajahnya, EFE Douwes Dekker dan kawan-kawan kembali aktif dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Cerita mengenai EFE Douwes Dekker masih bisa dirunut panjang, namun tentang adik dan kakaknya yang turut serta ke Afrika Selatan tidak ada catatan yang dapat saya sampaikan.

Kembali ke rumah GMG (Guido) Douwes Dekker. Keterangan yang menyertai foto rumah itu menyebutkan bahwa rumah Dulce Domum adalah rumah pertama keluarga GMG Douwes Dekker yang terletak di Gelriastraat, Bandung. Gelriastraat sekarang ini sudah berganti nama menjadi Jl. Bahureksa. Dari arsip buku telepon lama, saya dapatkan bahwa Guido bekerja sebagai akuntan di Jawatan Kereta Api yang beralamat di Lanraadweg No.1.

Mungkin Guido tidak lama menempati rumah Dulce Domum ini, karena itulah satu-satunya foto terkait yang ada di arsip KITLV. Foto-foto lainnya dalam arsip itu lebih banyak menunjukkan keluarga GMG Douwes Dekker berada di sebuah rumah yang disebutkan terletak antara Bandung dan Cipaganti. Saya belum berhasil menemukan lokasi persis yang dimaksud dalam keterangan itu. Sepertinya berlokasi di wilayah pergunungan antara Bandung dan Bogor. Nama rumah mereka disebut sebagai Waspada, mengingatkan ke wilayah perkebunan teh di daerah Cikajang, Garut. Agak sukar kalau harus menebak-nebak lokasi rumah mereka saat ini, mungkin satu waktu nanti mencoba mencari lagi satu daerah lama yang bernama Cipaganti di luar kota Bandung.

Advertisement