Sebetulnya ini tulisan yang sudah agak telat. Telat, karena kemeriahan objek yang akan saya tulis ini sudah agak berkurang dibanding beberapa bulan sebelumnya. Telat juga karena saya baru menuliskannya dua bulan setelah berkunjung (lagi) ke sana.

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja di Bandung hadir satu objek wisata baru yang dinamakan Tebing Keraton. Saat pertama melihat fotonya yang diunggah seseorang, saya dapat langsung mengenali lokasi itu, bahkan termasuk cukup akrab dengan pemandangan dalam foto itu karena sejak tahun 2006 cukup sering melewati dan mampir ke lokasi itu. Tapi nama Tebing Keraton memang asing di telinga saya. Karena itu sebelum memastikan bahwa pemandangan dalam foto benar-benar sama dengan pemandangan yang sering saya lihat, saya masih harus membandingkan lagi dengan memeriksa banyak foto yang diunggah orang di media-media sosial.

Keramaian Tebing Keraton berlangsung selama beberapa bulan, hampir setiap hari ada saja yang posting foto pemandangan tebing ini, baik sebagai objek utama ataupun sebagai latar belakang para pengunjungnya. Pemandangannya rata-rata sama, lembah berbukit-bukit di bawah tebing dengan pepohononan yang memenuhi seluruh area, tak jarang pula dengan tambahan kabut yang cukup tebal memenuhi seluruh bidang foto. Para pengunjung sengaja datang pagi-pagi sekali atau menjelang sore untuk mendapatkan suasana ini. Memang tampak indah.

Tebing-2

Ada juga yang menyebutkan keberadaan petilasan seorang Prabu di bawah tebing, dekat lokasi Gadogan (Gedogan) Kuda dan Curug Ci Kiih Kuda. Gadogan Kuda adalah tempat menambatkan kuda-kuda kerajaan halus itu.

Bagaimana dengan asal nama Tebing Keraton? Seperti biasa, bagian cerita ini cukup simpang siur. Tetapi selembar teks berukuran cukup besar sekarang terpajang di salah satu sisi kawasan Tebing Keraton. Pada bagian bawah teks ini terdapat tanda tangan dan nama seseorang yang sudah terhapus (seperti sengaja dihapus). Dari cerita warga saya dapatkan nama yang terhapus itu adalah Pak Asep, beliaulah yang menamakan tempat ini Tebing Keraton, konon berdasarkan sebuah mimpi yang didapatnya. Sejak itu nama Tebing Keraton dipakai menggantikan sebutan yang sudah lama ada, Cadas Jontor atau Bukit Jontor, mengacu pada bentuk batuan tebing yang menonjol (jontor).

Namun versi ini bukanlah yang satu-satunya, bila bertanya kepada warga lain, sangat mungkin untuk mendapatkan cerita lain yang berbeda pula, misalnya saja cerita beberapa orang yang pernah kesurupan di lokasi tebing yang mengatakan bahwa di bawah tebing itu terdapat sebuah keraton dari kerajaan mahluk halus. Ada juga yang menyebutkan keberadaan petilasan seorang Prabu di bawah tebing, dekat lokasi Gadogan (Gedogan) Kuda dan Curug Ci Kiih Kuda. Gadogan Kuda adalah tempat menambatkan kuda-kuda kerajaan halus itu.

Tebing-3

Gadogan atau mungkin lebih tepatnya “gedogan” dalam bahasa Sunda diterangkan dalam beberapa kamus sebagai “kandang kuda”, entah bagaimana ada yang memaknainya lebih spesifik sebagai “tambatan kuda.” Yang sepertinya cukup dapat dimengerti adalah bentukan alami batuan yang agak menonjol itu yang menimbulkan cerita soal tambatan atau tempat mengikat kuda.

Nama Gadogan atau Gedogan lebih akrab buat saya karena dalam kunjungan tahun 2006 saya bertemu seorang petani yang tinggal di dekat tebing itu. Rumah bapak petani ini agak sedikit di atas bukit, di dekat satu patok  geodesi yang dinamakan “Sayang Kaak”. Bapak petani menyebut lokasi tebing ini dengan nama Cadas Gedogan sambil memberikan keterangan bahwa nama itu berkaitan dengan bentuk batuannya yang menonjol di atas tebing.

Ya, itu cerita ringkas saja soal nama Tebing Keraton yang tentunya juga cukup belum lengkap. Sekarang, setelah ramai jadi objek kunjungan wisata populer, di sekitar Tebing Keraton bermunculan bangunan-bangunan baru nonpermanen. Sejumlah warung sudah mengisi jalur jalan masuk, lahan yang tadinya dimanfaatkan untuk lapangan olah raga sudah berubah menjadi tempat parkir kendaraan. Berseberangan dengan mulut pintu masuk (loket) Tebing Keraton sudah hadir pula lokasi pusat jajanan bagi para pengunjung.

Tebing-1

Melewati loket, pengunjung akan menyusuri jalan setapak yang agak menurun. Saat saya ke sana, jalan setapak ini sedang dirapikan, sepertinya akan disemen. Begitu juga di sekitar puncak tebing, permukaan tanahnya menjadi rata, sementara bagian pinggirnya sudah diberi pagar dan fondasi untuk pembangunan lebih lanjut. Keadaan sekitar puncak tebing saat itu agak kurang teratur karena di sana-sini terdapat gundukan berangkal dan semen. Tebing Keraton sedang berbenah.

Di ujung tebing, tempat orang biasanya berfoto, terdapat tali-tali yang terikat ke batuan yang menonjol. Tali ini digunakan oleh mereka yang ingin turun lebih ke bawah, tidak terlalu jauh, hanya beberapa meter saja, namun memang dapat membuat suasana berfoto seperti sedang berada di atas awan. Sebetulnya keadaan ini agak berbahaya. Beberapa pekerja yang saya temui mengatakan bahwa setelah diberi pagar nanti, tali-tali itu akan dilepas dan pengunjung tidak boleh lagi turun dari atas tebing karena terlalu berbahaya.

Di bawah menghampar bagian dari Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang dibelah oleh alur sungai Ci Kapundung. Sebagian lahan di bawah ada yang dibuka untuk petak sawah dan ladang yang tidak terlalu luas, di tepinya terdapat sebuah pondok kayu. Di sebelah kiri, terhalangi oleh bukit-bukit kecil, terletak objek wisata Maribaya. Dari atas tebing dapat melihat sebagian jalur jalan masuknya. Bagi yang jeli, dapat melihat bahwa di puncak salah satu bukit di bawah itu terdapat bangunan kayu sederhana berlapis kain putih. Konon itu lokasi sebuah makam keramat. Sayang saya belum mendapatkan banyak informasi soal makam keramat itu. Lain waktu mungkin menarik juga berkunjung langsung ke sana.

Pemandangan dari atas tebing ini memang indah. Bukit-bukit kecil berlapis pohon pinus menghampar di bawah. Lebih ke bawah lagi, tampak alur Sungai Ci Kapundung yang mengalir ke arah barat. Pada pandangan yang lebih luas, tampak lereng-lereng gunung yang dipenuhi oleh pepohonan yang masih lebat. Pada pagi atau sore hari, pemandangan akan terlihat spektakuler saat sebagian ruang pandang di bagian bawah tempat pengunjung berpijak dipenuhi oleh kabut. Dalam foto-foto yang banyak beredar di internet terkesan orang-orang sedang berada di suatu ketinggian di atas awan. Foto-foto yang beredar lewat media-media sosial internet ini rupanya mengundang banyak orang berkunjung ke sini.

Tebing-4

Bagi yang suka menjelajah tentu tak akan puas dengan hanya mengunjungi spot berfoto Tebing Keraton ini. Dengan browsing melalui smartphone, tak sulit untuk mengetahui bahwa Tebing Keraton merupakan bagian dari Patahan Lembang yang membentang sepanjang 22 kilometer mulai dari daerah Cisarua di barat sampai Gunung Palasari di sebelah timur. Bila keluar dari loket, lalu belok kiri, persiapkan diri karena ada jalan setapak yang agak mendaki. Jalan ini dapat menjadi pembuka cerita baru, penjelajahan sebagian kawasan puncak Patahan Lembang.