Bacaan ini perlu dibagikan terus nih..
Saya baru saja membaca tulisan Asvi Warman Adam, “Kasus Biografi Sukarno”, ternyata ada beberapa masalah dalam terjemahan buku biografi Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams yang diterbitkan sejak tahun 1966 oleh penerbit Gunung Agung. Salah satu yang dibahas adalah penghilangan sebuah kalimat dan penambahan dua paragraf yang belum jelas siapa yang melakukannya.
Biografi Sukarno ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris dengan judul Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams pada tahun 1965. Versi terjemahan bahasa Indonesia terbit tahun 1966 dengan penerjemah Mayor Abdul Bar Salim. Dalam pengantar edisi pertama itu, disebutkan bahwa tugas sang penerjemah sudah direstui oleh Panglima Angkatan Darat, Letnan Jendral Soeharto, yang juga memberikan kata sambutan.
Bagian yang dipermasalahkan terdapat pada bab Proklamasi. Asvi Warman Adam menyebutkan terdapat di halaman 341[1]. Kebetulan saya memiliki edisi pertama buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Lalu saya buka halaman yang dimaksud. Berikut ini saya kutipkan saja seluruh bagiannya sesuai yang tercetak dalam buku:
“Sekarang, Bung, sekarang…..!” rakjat berteriak. “Njatakanlah sekarang…..” Setiap orang berteriak padaku. “Sekarang, Bung….. utjapkanlah pernjataan kemerdekaan sekarang, ….hajo, Bung Karno, hari sudah tinggi….. hari sudah mulai panas….. rakjat sudah tidak sabar lagi. Rakjat sudah gelisah. Rakjat sudah berkumpul. Utjapkanlah Proklamasi.” Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana dimana setiap orang mendesakku, anehnja aku masih dapat berpikir dengan tenang.
“Hatta tidak ada,” kataku. “Saja tidak mau mengutjapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada.”
Tidak ada orang jang berteriak “Kami menghendaki Bung Hatta”. Aku tidak memerlukannja. Sama seperti djuga aku tidak memerlukan Sjahrir jang menolak memperlihatkan diri disaat pembatjaan Proklamasi. Sebenarnja aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannja sendirian. Didalam dua hari jang memetjah uratsjaraf itu maka peranan Hatta dalam sedjarah tidak ada.
Peranannja jang tersendiri selama masa perdjoangan kami tidak ada. Hanja Sukarnolah jang tetap mendorongnja kedepan. Aku memerlukan orang jang dinamakan “pemimpin” ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannja oleh karena aku orang Djawa dan dia orang Sumatra dan dihari-hari jang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah djalan jang paling baik untuk mendjamin sokongan dari rakjat pulau jang nomor dua terbesar di Indonesia.
Dalam detik jang gawat dalam sedjarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kedatangan Hatta.
Dengan membandingkan tulisan ini dengan versi aslinya dalam bahasa Inggris, ditemukanlah bahwa telah ada penambahan dua paragraf di antara dua kalimat bercetak tebal di atas. Kalimat-kalimat yang menyakatan bahwa Sukarno tidak membutuhkan Hatta (dan Syahrir) dan bahwa selama ini ia berjuang sendiri serta tidak ada peranan Hatta dalam sejarah ternyata telah ditambahkan oleh seseorang sejak edisi pertama terjemahan buku ini terbit. Apakah penerjemah yang menambahkan kalimat-kalimat itu? Atau ada pesanan dari pihak lain? Belum ada keterangan tentang ini.
Yang jelas, Yayasan Bung Karno kemudian menerbitkan ulang buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia pada bulan Agustus 2007 dan menyebutnya sebagai edisi Revisi. Terbitan revisi ini diterjemahkan dengan mengacu secara ketat kepada buku aslinya, Sukarno, Autobiography as told to Cindy Adams. Penerjemahan dikerjakan oleh Syamsul Hadi. Pada bagian depan terdapat sambutan dari Ketua Yayasan Bung Karno, Guruh Sukarno Putra, dan pengantar dari sejarahwan Asvi Warman Adam dengan judul “Kesaksian Bung Karno”.
Pada bagian sambutannya, Guruh Sukarno mengutip cerita Guntur Sukarno dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan karangan Meutia Farida Swasono (Sinar Harapan, 1980): “Aku kadang-kadang saling gebug dengan Hatta!! Tapi, menghilangkan Hatta dari teks Proklamasi itu perbuatan pengecut!!”
[1] Sepertinya Asvi Warman Adam salah menulis halaman (341) karena dalam buku saya bagian yang dimaksud itu ada di halaman 331. Tapi pengantar edisi revisi juga menyebut nomor halaman yang sama (341), apakah mungkin buku edisi pertama ini ada yang berbeda format?
June 25, 2013 at 1:04 am
alangkah baiknya jika ditampilkan juga versi Inggrisnya biar pemabca lebih yakin 🙂
June 25, 2013 at 2:18 am
Oh ya boleh, nanti saya salinkan juga deh.
June 25, 2013 at 3:03 pm
Setelah saya cari2, ternyata ngga ketemu juga koleksi buku versi bahasa Inggrisnya, sudah terlalu lama tidak terperhatikan jadinya lupa nyimpen di mana. Lain waktu bila ketemu bukunya saya perbarui tulisan ini.
June 26, 2013 at 1:29 am
sip!.thx.
October 2, 2013 at 5:30 pm
tp perbedaan antara buku yg edisi revisi dgn yg versi cetakan awal tidak terlalu signifikan kan ? hanya sebatas penambahan dua alinea yg telah disebutkan diatas tadi ? mohon pencerahannya. rencananya saya mau beli yg edisi awal, tp klo isinya udah diotak-atik dan tdk sesuai dgn yg seharusnya saya jadi males juga. thx mohon pencerahannya
October 2, 2013 at 5:32 pm
Sepanjang yang saya ketahui, ya hanya di poin2 itu saja perbedaannya.
December 27, 2014 at 1:50 am
Loh??!?!? bagaimana tidak sigifikan, ada pelintiran sejarah bahwa seolah2 Bung Hatta tdk ada peran apa2 kok bisa dibilang tidak signifikan??!?!??! Jangan2 anda tidak begitu faham apa itu signifikan. Coba bayangkan, bagaimana perasaan anda kalau ayah anda memperkenalkan keluarga anda lalu nama anda tidak disebut sebagai bagian keluarga (padahal anda juga ada disitu)? Begitulah kira2 analoginya.
February 21, 2014 at 4:55 pm
Hi, terimakasih utk reviewnya – sebenarnya saya ingin beli buku terjemahan bahasa Indonesianya, tetapi setelah membaca review anda, akhirnya saya memutuskan utk membaca buku aslinya dalam bahasa inggris. Salam !
October 1, 2014 at 3:11 am
Apakah bang ridwan dulu pernah aktif di radio GMR?
October 1, 2014 at 3:19 am
Iya 🙂
June 5, 2015 at 2:47 am
Maaf ……apakah benar bung karno kelahiran dari blitar ataukah surabaya..mohon penjelasannya ..terima kasih
June 5, 2015 at 3:43 am
Dalam biografi karya Bob Hering ditulis di Peneleh, Gg. Lawang Saketeng, sekarang Jl. Pahlawan No.88, Surabaya.