photo 1
Foto koleksi KITLV

Oleh @alexxxari @A13Xtriple

Pada tahun 1822 seorang arsitek dan pelukis berkebangsaan Belgia mendapatkan tugas dari Kerajaan Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di seluruh Hindia Belanda. Pelukis ini memilih Bandung sebagai tempat tinggalnya. Antoine Auguste Joseph Payen (beberapa menuliskan namanya Paijen) mendirikan sebuah rumah bergaya Indische Empire Stijl di sebuah bukit dekat Sungai Ci Kapundung. Rumah berlantai dua ini merupakan salah satu dari 8 bangunan tembok yang tercatat dalam “Plan der Negorij Bandong” pada tahun 1825. Rumah cantik ini bertahan hingga berusia 150 tahun lebih. Nasibnya berakhir saat Jalan Stasiun Timur diperlebar.

Payen datang ke Hindia Belanda pada tahun 1817, saat berusia 25 tahun. Sejak awal kedatangannya, Payen langsung berkenalan dengan daerah Priangan. Dia diundang oleh Gubernur Jenderal Baron van der Capellen untuk tinggal di Buitenzorg dan membantu restorasi Istana Bogor. Di tempat itulah Payen bertemu dengan atasannya Prof. C.G.C. Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan. Reinwardt mengenalkan Payen kepada sesama pelukis litho lainnya di antaranya adalah kakak beradik van Beek, Jan, dan Theo.

Eksplorasi Payen di daerah Priangan dimulai pada tahun 1818 saat Gunung Guntur di Garut meletus. Setahun kemudian dia kembali melakukan perjalanan penelitian  bersama Reinwardt di daerah Priangan, yang berlangsung hingga awal tahun 1820. Perjalanan ini merupakan penelitian yang terakhir dilakukan Payen bersama Reinwardt. Diperkirakan penjelajahan Payen ke daerah seputar Bandung terjadi pada tahun 1819 ini.  Ada dua lukisan pemandangan karya Payen yang dapat dijadikan sebagai bukti kehadirannya di “Tatar Ukur”. Pertama adalah lukisan air terjun/ curug Jompong  serta gambar keadaan Sungai Ci Tarum.

Di puncak kemahsyurannya, Raden Saleh memperoleh berbagai julukan di antaranya adalah “Le Prince Javanais” atau “Pangeran Jawa”.

Sekitar tahun 1819 dan pertengahan 1820 di Bogor, Payen bertemu dengan seorang anak yang merupakan keponakan Bupati Semarang, Adipati Soero Menggolo. Dia melihat bakat besar di bidang seni lukis yang dimiliki anak yang bernama Raden Saleh Syarif Bustaman itu dan memutuskan untuk mengembangkan kemampuannya melukis. Ada dua surat yang menurut Dr. Marie-Odette Scalliet dapat dijadikan rujukan bahwa perjumpaan Payen dengan Raden Saleh terjadi di tahun 1819 dan 1820. Kedua surat tersebut  ditujukan kepada Prof. Reinward, yaitu surat yang ditulis Payen yang memuji bakat menggambar Raden Saleh, serta surat yang ditulis sendiri oleh Raden Saleh.

Dalam perjalanan penelitian di akhir tahun 1820, Payen membawa serta Raden Saleh. Pada saat itu sebenarnya Payen bersama Raden Saleh sudah mulai tinggal di Bandung karena fokus perjalanannya kali ini masih di daerah Priangan. Tepatnya dia memusatkan perhatiannya di daerah Priangan sebelah selatan hingga ke pesisir Samudera Hindia.

Menurut Harsja W. Bachtiar dalam tulisannya “Raden Saleh: Bangsawan, Pelukis dan Ilmuwan”, Payen meminta izin kepada kedua orang tua Raden Saleh, yaitu Sayid Husen bin Alwi bin Awal serta Mas Ajeng Zarip Husen, untuk membawanya ke Cianjur. Di ibu kota Priangan saat itu, Raden Saleh dimasukkan ke sekolah yang lokasinya di sebuah bangunan yang digunakan untuk beribadat kaum Kristen yang berasal dari Ambon. Diperkirakan kejadian ini terjadi pada tahun 1822, ketika jabatan Residen Priangan dipegang oleh Kolonel Jonkher Robert Lieve Jasper van der Capellen, adik Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.

Jika mengaitkan tulisan Marie-Odette Scalliet yang berjudul  “Antoine Payen: peintre des Indes orientales: vies et érits d’un artiste du XIXe siècle (1792-1853) dengan tulisan Harsja W. Bachtiar tadi. Akan terlihat satu rangkaian waktu perjalanan hubungan antara Antoine Payen dengan muridnya Raden Saleh.

Bahwa pada saat Payen meminta ijin untuk membawa Raden Saleh ke Priangan dan menyekolahkannya di Cianjur sebenarnya mereka berdua sudah saling mengenal sebelumnya. Pada tahun 1822-1823, Antoine Payen akan melakukan perjalanan menggambarnya ke luar dari daerah Priangan untuk pertamakalinya. Mungkin karena tak lagi dapat mengawasi pendidikan muridnya, Payen memasukkan Raden Saleh ke sekolah yang mengajarkan berbagai ilmu seperti aritmetika, baca tulis Melayu dengan huruf Jawa dan Romawi, serta aksara Arab.

Walaupun Payen mengadakan perjalanan menggambarnya ke berbagai pelosok daerah di seluruh Hindia Belanda, tetapi rumah tempat tinggalnya adalah di Bandung hingga ia kembali ke negeri asalnya pada tahun 1826 karena Perang Jawa berkecamuk. Raden Saleh yang merupakan muridnya tentu saja sempat tinggal di rumah yang di kemudian hari pernah menjadi markas KAPPI di Bandung itu.

Sekembalinya Payen dari perjalanan ke daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura, pada tahun 1823 serta perjalanannya bersama Gubernur Jenderal Baron van der Capellen ke Sulawesi dan Maluku setahun kemudian, Payen ditugaskan untuk merestorasi rumah kediaman residen di Yogyakarta. Pekerjaan yang pernah ditinggalkannya saat Java Oorlog mulai berkobar.

Payen kembali ke rumahnya di Bandung dan pada tahun 1826 pulang ke negaranya. Namun sebelum dia meninggalkan Hindia Belanda untuk selamanya, Payen menitipkan muridnya untuk menjadi pegawai kantor residen Priangan di Cianjur.

Kelak atas usaha Antoine Payen yang merekomendasikan dan mencarikan dana bagi muridnya tersebut, Raden Saleh dapat pergi ke Belanda untuk belajar melukis dan memulai karirnya sebagai pelukis raja dan keluarga-keluarga aristokrat Eropa lainnya.

Di puncak kemahsyurannya, Raden Saleh memperoleh berbagai julukan di antaranya adalah “Le Prince Javanais” atau “Pangeran Jawa”. Walaupun dia mengunjungi dan tinggal di berbagai kota dan daerah di Eropa dan Hindia Belanda, namun jangan dilupakan bahwa Sang Pangeran Jawa pernah berjejak dan tinggal di Bandung bersama Sang Guru, Antoine Payen.

Takdir kemudian seperti menentukan secara kebetulan bahwa di kemudian hari salah satu orang yang pernah berguru pada Raden Saleh akan memimpin Bandung sebagai bupati. Dialah R.A.A. Martanagara.

photo 2
Repro dari Haryoto Kunto