Search

mooibandoeng

Senantiasa Belajar Kenal dan Cinta Kota Bandung

Tag

Majalaya

Gedung Kuning, Ciparay

12552270_458906830984006_1176538926_n

Gedung Kuning di sebelah Pasar Ciparay.

Sepulang roadtrip keliling Jawa Barat bagian timur beberapa waktu lalu, saya dkk turun lewat Garut dan Majalaya (jalur Monteng), terakhir mampir di lokasi ini untuk membeli minuman sebelum lanjut pulang ke Buahbatu. Lalu kemarin ada roadtrip lagi keliling beberapa perkebunan di sebelah selatan Bandung, mulai dari wilayah Pangalengan sampai perbatasan Garut dan Ciparay. Kami turun lewat Cikoneng, lagi2 mampir terakhir di lokasi ini.

Mungkin ini kode undangan untuk mapay2 Ciparay dengan sawah dan kebun2nya :-)) .

 

Kartosoewirjo

image

Gunung Rakutak dilihat dari Kampung Cinenggelan, Pacet.

Akhir pekan lalu @mooibandoeng bersama rekan2 @KomunitasAleut mengadakan perjalanan keliling ke sejumlah perkebunan dan bekas perkebunan di kawasan sebelah selatan Kota Bandung. Perjalanan panjang dan sensasional ditempuh dengan penuh kegembiraan, penuh semangat juga karena menemukan banyak hal baru. Walaupun sudah puluhan kali mengadakan perjalanan serupa ini, ya tetap saja selalu ada hal baru, semangat baru.

Soal kebun mungkin belakangan saja, sekarang mau bagi pemandangan ini saja. Di sore yang sangat cerah itu, kami berhenti tepat di lokasi ini, melihat orang-orang yang bermain bola, mengamati kelompok2 remaja bermotor bolak-balik naik dan turun. Sore itu pemandangan pergunungan di sekeliling kami sangat bagus, bahkan ke arah perbukitan di sebelah utara Kota Bandung terlihat sangat jelas.

Inilah Gunung Rakutak. Bila berjumpa orang-orang tua di sekeliling gunung ini, ada banyak cerita tentang “gerombolan”, cerita seram yang mereka alami saat masih anak-anak. Gunung ini memang pernah jadi konsentrasi terakhir pertahanan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dkk, pemimpin gerakan DI/TII. Masyarakat Jabar sering menyebutnya “gorombolan” karena mereka memang bergerak gerilya dan bersembunyi di hutan gunung secara bergerombol. Untuk mendapatkan makanan dan keperluan sehari2, kelompok ini sering  melakukan aksi “duruk imah” sambil menjarah kampung. Banyak kampung di Priangan yang punya cerita seputar gerakan “gorombolan” ini antara tahun 1950-1962.

Di dalam gubuk, Kartowoewirjo terduduk pasrah. Ara mengajak bicara. Secara aneh Kartosoewirjo mengetahui bahwa istri Ara sedang hamil dan kelak akan melahirkan anak laki2. Ia juga memberikan hadiah sebatang pulpen.

Continue reading “Kartosoewirjo”

Jalur Teh

12424557_1700206730191504_1723684084_n

Dua tahun lalu, @komunitasaleut mengadakan perjalanan panjang bermotor dengan judul “Jejak Teh Priangan” yang berlangsung 3 hari 2 malam.

Perjalanan dimulai dengan jalur yang tidak umum, lewat Ibun, Majalaya, lalu ke Cibeureum, Samarang, Garut, Bayongbong, sampai Cikajang. Sebelum Cikajang, suasana perkebunan teh sudah sangat terasa. Hamparan pohonan yang luas dalam kabut dan gerimis bergantian. Lalu Leuweung Gelap, sampai Cisompet dan Pameungpeuk, melewati kebun2 karet.

Berikutnya adalah jalur pantai selatan Jawa bagian barat. Lebih dari 10 lokasi pantai wisata yang cantik semuanya tampak kesepian, shelter2 yang ditinggalkan dan nelayan yang yang sibuk tidak pedulikan rombongan yang lewat. Pantai paling barat adalah Rancabuaya.

Dari sini perjalanan berbelok mengutara menuju Pakenjeng-Bungbulang dan selanjutnya Cisewu. Lagi2 kebun-kebun teh yang luas, dan mungkin ratusan air terjun tanpa pengunjung berjajar di tebing2 pergunungan. Cukul, Pasirmalang, Malabar, sudah serupa kampung halaman yang saban waktu didatangi, entah untuk beristirahat sebentaran atau membawa kelompok wisatawan dari sana-sini.

Lagi-lagi perkebunan teh menjadi hasrat utama perjalanan. Sebelum dan sesudah perjalanan panjang ini, kebun-kebun teh memang selalu menjadi pemikat perjalanan panjang, termasuk ketika membuat rute panjang lainnya mulai dari Ciwidey, Cianjur, pantai selatan, lalu mengutara lewat Cikajang.

Satu cuplikan pemandangan dan pengalaman ini akan dibagikan oleh @mooibandoeng dalam kegiatan “Mengenal Riwayat Preangerplanters” pada hari Minggu, 17 Januari 2016 ini. Sepotong kebun yang menyimpan jejak Preangerplanters, KF Holle dan KAR Bosscha. Info dan pendaftaran: 0896-8095-4394 Biaya kesertaan Rp.250rb.

Puncak Cae

Rencana hari ini sebetulnya hanya mengunjungi Kecamatan Pacet di kaki Gunung Rakutak untuk melihat beberapa objek kegiatan swadaya masyarakat yang berkaitan dengan Ci Tarum pada hari Sabtu-Minggu (26-27 Oktober 2013) nanti. Maka dengan beberapa rekan @KomunitasAleut, pagi-pagi sekali kami sudah berada di daerah Lemburawi, Ciparay, untuk mengambil beberapa foto lingkungan sekitar.

Puncak Cae-1 Kebun

Sebelumnya di Pakutandang saya sempat berhenti sebentar di depan sebuah kampung yang pernah saya sambangi beberapa tahun lalu dalam sebuah kegiatan perekaman musik gamelan. Kampung ini dihuni oleh para penghayat aliran kebatinan”Perjalanan.” Kebetulan saya pernah berkawan baik juga dengan salah seorang pemuda pemain kendang yang mumpuni dari kampung ini. Saya membantu lawatan kelompok musiknya ke beberapa kota di Pulau Jawa dan akhirnya mengikuti Worldmusic Festival pertama di GWK, Bali.

Nostalgia “Perjalanan” itu sekejap saja, karena tidak lama kemudian saya sudah berada di Padaleman, lalu Cikoneng, Maruyung, Buntultanggol, dan akhirnya Resmitinggal, berhadapan langsung dengan gunung legendaris itu, Rakutak. Di sekitar Harempoy sempat berhenti sebentar di warung untuk minum kopi dan ngobrol dengan warga. Pemeriksaan wilayah utama memang ada di wilayah ini hingga hulu Ci Tarum.

Tapi kemudian di Cinenggelan terjadi sebuah obrolan dengan seorang pekerja ladang yang mengubah sebagian besar rencana hari ini. Mendengarkan pengalaman peladang yang kelahiran kampung sekitar Rumbia ini cukup menarik. Dia menyebutkan beberapa dano, hutan pekat, dan jalur-jalur jalan tembus ke beberapa daerah lain dari tempat kami berada. Beberapa nama yang disebutkan sangat mengundang perhatian, Monteng, Puncak Cae, dan Asrama. Continue reading “Puncak Cae”

Pacet

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Rijstterrassen_in_de_omgeving_van_Patjet_TMnr_60016823

Salah satu uwak saya sudah sangat lama tinggal di Majalaya, dari tahun 1950-an. Dia bekerja sebagai mantri gigi di Rumah Sakit Majalaya. Dulu rumah tinggal uwak adalah rumah dinas rumah sakit yang terletak di halaman belakang. Rumah bergaya kolonial yang dikelilingi halaman rumput yang luas. Di belakang rumah juga ada halaman rumput luas dan sebuah kolam. Bila keluarga besar berkumpul, biasanya kami gelar tikar di situ makan siang bersama. Di dekat kolam ada menara besi tinggi yang di puncaknya terdapat penampungan air. Anak-anak senang memanjati menara itu.

Selain menara, kami juga senang memanjati pohon jambu batu yang batangnya meliuk-liuk sehingga bisa kami duduki. Dari atas pohon terlihat bentangan sawah di balik pagar semak yang membatasi halaman rumah dengan sawah. Di kejauhan membayang jajaran pergunungan, katanya di sana ada satu tempat yang sangat sejuk, nama daerahnya terdengar aneh, Pacet.

2013-08-25 08-10-21-110

Belasan tahun kemudian saya benar-benar punya kesempatan menginjakkan kaki ke Pacet. Saat itu saya sudah punya tambahan sedikit informasi tentang Pacet dan kawasan sekitarnya. Kali pertama menuju Pacet, saya dibuat kagum sepanjang perjalanan mulai dari arah Ciparay. Jalanan terus menanjak dengan pemandangan persawahan yang bertingkat-tingkat di kiri-kanan jalan.

Di lembah sebelah kiri, mengalir sungai Ci Tarum yang penuh dengan sebaran batuan berukuran besar. Di sebelah kanan jalan pemandangan terisi oleh jajaran perbukitan yang termasuk kawasan Arjasari. Pada masa Hindia Belanda, di Arjasari terdapat perkebunan teh yang cukup luas yang dikelola oleh salah satu perintis Preangerplanters, Rudolf A. Kerkhoven (1820-1890). Continue reading “Pacet”

Beberapa Tinggalan Sejarah di Sekitar Majalaya

IMG_6221

  1. Di Kampung Kadatuan, Desa Bojong, ada gundukan batuan di tepi jalan yang tidak terlalu diperhatikan orang. Dari cerita mulut ke mulut, batuan itu dipercaya sebagai bekas lokasi pusat Kerajaan Sawung Galah.
  2. Di jalur jalan Sapan-Bojongemas, Desa Bojongemas, Kecamatan Solokanjeruk, di tepi Ci Tarum ditemukan tumpukan batuan yang dipercaya sebagai reruntuhan sebuah candi. Di dekatnya, di bawah pohon kimunding, pernah ditemukan sebuah arca, Durga Mahesasuramardhini, yang oleh warga sekitar disebut Arca Putri. Di lokasi ini juga ada satu bangunan tanah berundak yang disebut Pasaduan. Ada dugaan itu tempat ritual atau situs pemujaan dari masa Rajaresiguru Manikmaya (Kerajaan Kendan).
  3. Di Desa Tangulun, Kec. Ibun, ditemukan juga tumpukan batu yang dipercaya sebagai sisa-sisa sebuah candi. Tumpukan batuan serupa juga ditemukan di sebuah kampung bernama Kampung Candi.
  4. Di Kampung Ciwangi, Ds. Cipaku, Kec. Paseh, terdapat sebuah makam kuno yang dipercaya sebagai makam Eyang Kalijaga atau Eyang Paku Jaya. Itulah makam Ratu Cakrawati Wiranatakusumah yang memerintah di Tatar Ukur pada masa Dipati Ukur bergerilya memberontak terhadap Mataram.
  5. Di kaki Gunung Manik, Desa Nagrak, terdapat dua makam kuno dari abad 16. Masing-masing makam Prabu Raga Mulya Suryakencana (Prabu Seda), raja Pajajaran terakhir, dan makam istrinya, Parahitrasuli-yasahri, putri dari raja Parung Kuyah, Prabu Surgia Dandang. Setelah wafatnya raja Parung Kuyah, Prabu Suryakencana menikahi Putri Parahitrasuliyasahri sebagai selir keempat sekaligus melanjutkan pemerintahan Parung Kuyah.  Continue reading “Beberapa Tinggalan Sejarah di Sekitar Majalaya”

Blog at WordPress.com.

Up ↑