Search

mooibandoeng

Senantiasa Belajar Kenal dan Cinta Kota Bandung

Tag

Kartosuwiryo

Kartosoewirjo

image

Gunung Rakutak dilihat dari Kampung Cinenggelan, Pacet.

Akhir pekan lalu @mooibandoeng bersama rekan2 @KomunitasAleut mengadakan perjalanan keliling ke sejumlah perkebunan dan bekas perkebunan di kawasan sebelah selatan Kota Bandung. Perjalanan panjang dan sensasional ditempuh dengan penuh kegembiraan, penuh semangat juga karena menemukan banyak hal baru. Walaupun sudah puluhan kali mengadakan perjalanan serupa ini, ya tetap saja selalu ada hal baru, semangat baru.

Soal kebun mungkin belakangan saja, sekarang mau bagi pemandangan ini saja. Di sore yang sangat cerah itu, kami berhenti tepat di lokasi ini, melihat orang-orang yang bermain bola, mengamati kelompok2 remaja bermotor bolak-balik naik dan turun. Sore itu pemandangan pergunungan di sekeliling kami sangat bagus, bahkan ke arah perbukitan di sebelah utara Kota Bandung terlihat sangat jelas.

Inilah Gunung Rakutak. Bila berjumpa orang-orang tua di sekeliling gunung ini, ada banyak cerita tentang “gerombolan”, cerita seram yang mereka alami saat masih anak-anak. Gunung ini memang pernah jadi konsentrasi terakhir pertahanan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dkk, pemimpin gerakan DI/TII. Masyarakat Jabar sering menyebutnya “gorombolan” karena mereka memang bergerak gerilya dan bersembunyi di hutan gunung secara bergerombol. Untuk mendapatkan makanan dan keperluan sehari2, kelompok ini sering  melakukan aksi “duruk imah” sambil menjarah kampung. Banyak kampung di Priangan yang punya cerita seputar gerakan “gorombolan” ini antara tahun 1950-1962.

Di dalam gubuk, Kartowoewirjo terduduk pasrah. Ara mengajak bicara. Secara aneh Kartosoewirjo mengetahui bahwa istri Ara sedang hamil dan kelak akan melahirkan anak laki2. Ia juga memberikan hadiah sebatang pulpen.

Continue reading “Kartosoewirjo”

Puncak Cae

Rencana hari ini sebetulnya hanya mengunjungi Kecamatan Pacet di kaki Gunung Rakutak untuk melihat beberapa objek kegiatan swadaya masyarakat yang berkaitan dengan Ci Tarum pada hari Sabtu-Minggu (26-27 Oktober 2013) nanti. Maka dengan beberapa rekan @KomunitasAleut, pagi-pagi sekali kami sudah berada di daerah Lemburawi, Ciparay, untuk mengambil beberapa foto lingkungan sekitar.

Puncak Cae-1 Kebun

Sebelumnya di Pakutandang saya sempat berhenti sebentar di depan sebuah kampung yang pernah saya sambangi beberapa tahun lalu dalam sebuah kegiatan perekaman musik gamelan. Kampung ini dihuni oleh para penghayat aliran kebatinan”Perjalanan.” Kebetulan saya pernah berkawan baik juga dengan salah seorang pemuda pemain kendang yang mumpuni dari kampung ini. Saya membantu lawatan kelompok musiknya ke beberapa kota di Pulau Jawa dan akhirnya mengikuti Worldmusic Festival pertama di GWK, Bali.

Nostalgia “Perjalanan” itu sekejap saja, karena tidak lama kemudian saya sudah berada di Padaleman, lalu Cikoneng, Maruyung, Buntultanggol, dan akhirnya Resmitinggal, berhadapan langsung dengan gunung legendaris itu, Rakutak. Di sekitar Harempoy sempat berhenti sebentar di warung untuk minum kopi dan ngobrol dengan warga. Pemeriksaan wilayah utama memang ada di wilayah ini hingga hulu Ci Tarum.

Tapi kemudian di Cinenggelan terjadi sebuah obrolan dengan seorang pekerja ladang yang mengubah sebagian besar rencana hari ini. Mendengarkan pengalaman peladang yang kelahiran kampung sekitar Rumbia ini cukup menarik. Dia menyebutkan beberapa dano, hutan pekat, dan jalur-jalur jalan tembus ke beberapa daerah lain dari tempat kami berada. Beberapa nama yang disebutkan sangat mengundang perhatian, Monteng, Puncak Cae, dan Asrama. Continue reading “Puncak Cae”

Pacet

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Rijstterrassen_in_de_omgeving_van_Patjet_TMnr_60016823

Salah satu uwak saya sudah sangat lama tinggal di Majalaya, dari tahun 1950-an. Dia bekerja sebagai mantri gigi di Rumah Sakit Majalaya. Dulu rumah tinggal uwak adalah rumah dinas rumah sakit yang terletak di halaman belakang. Rumah bergaya kolonial yang dikelilingi halaman rumput yang luas. Di belakang rumah juga ada halaman rumput luas dan sebuah kolam. Bila keluarga besar berkumpul, biasanya kami gelar tikar di situ makan siang bersama. Di dekat kolam ada menara besi tinggi yang di puncaknya terdapat penampungan air. Anak-anak senang memanjati menara itu.

Selain menara, kami juga senang memanjati pohon jambu batu yang batangnya meliuk-liuk sehingga bisa kami duduki. Dari atas pohon terlihat bentangan sawah di balik pagar semak yang membatasi halaman rumah dengan sawah. Di kejauhan membayang jajaran pergunungan, katanya di sana ada satu tempat yang sangat sejuk, nama daerahnya terdengar aneh, Pacet.

2013-08-25 08-10-21-110

Belasan tahun kemudian saya benar-benar punya kesempatan menginjakkan kaki ke Pacet. Saat itu saya sudah punya tambahan sedikit informasi tentang Pacet dan kawasan sekitarnya. Kali pertama menuju Pacet, saya dibuat kagum sepanjang perjalanan mulai dari arah Ciparay. Jalanan terus menanjak dengan pemandangan persawahan yang bertingkat-tingkat di kiri-kanan jalan.

Di lembah sebelah kiri, mengalir sungai Ci Tarum yang penuh dengan sebaran batuan berukuran besar. Di sebelah kanan jalan pemandangan terisi oleh jajaran perbukitan yang termasuk kawasan Arjasari. Pada masa Hindia Belanda, di Arjasari terdapat perkebunan teh yang cukup luas yang dikelola oleh salah satu perintis Preangerplanters, Rudolf A. Kerkhoven (1820-1890). Continue reading “Pacet”

Blog at WordPress.com.

Up ↑