Bagian ketiga:

Pencarian Makam Tan Sim Tjong

SEMASA hidupnya, Tan Sim Tjong dikenal sebagai saudagar kaya yang memiliki tanah luas yang tersebar di antara Cibadak, Jalan Raya Barat (Jenderal Sudirman sekarang, RED), dan sekitar Kali Citepus. Selain sebuah rumah gedong besar, keluarga Tan Sim Tjong juga memiliki kebun yang ditanami pohon bambu Cina dan pohon jeruk. Saking luasnya kebun jeruk itu, isteri Tan Sim Tjong disebut warga sekitar dengan sebutan Nyonya Kebon Jeruk. Kini, area tersebut dinamai Kelurahan Kebon Jeruk.

Selain di wilayah itu, tanah Tan Sim Tjong juga ada di ujung Jalan Raya Barat, tepatnya di wilayah Elang. Pada saat itu, Elang masih merupakan area hutan dan pesawahan. Di area itulah Sim Tjong memilih lahan sebagai makam dirinya. Karena adanya makam orang Tionghoa, sampai sekarang kampung tersebut dinamakan Sentiong.

Batu nisan makam Tan Sim Tjong di Kampung Sentiong, Jalan Elang, Kota Bandung.
Batu nisan makam Tan Sim Tjong di Kampung Sentiong, Jalan Elang, Kota Bandung.

Puluhan tahun berlalu, makam Tan Sim Tjong hampir terlupakan anak, cucu, dan cicitnya. Namun, warga Elang masih mengingat nama Tan Sim Tjong sebagai pemilik makam di Kampung Sentiong, Jalan Elang VI RT 03 RW 11, Kelurahan Maleber, Kecamatan Andir, Kota Bandung. Menurut warga setempat, Wulan (37), di area tersebut ada dua makam orang Tionghoa, yaitu Tan Sim Tjong dan isterinya yang dimakamkan secara berdampingan.

Warga setempat tidak berani membongkar makam itu karena khawatir ada keturunan Tan Sim Tjong mencari makam tersebut. Kakek Wulan, yaitu Pak Hadi (almarhum), adalah penjaga makam Tan Sim Tjong. “Saya pernah dibawa ke Cibadak oleh kakek saya untuk menengok si Papi, yaitu anaknya Tan Sim Tjong ini,” ujar Wulan ketika ditemui di lokasi makam pada Kamis (9/4/2015).

Sebagai cucu Tan Sim Tjong, Charles Subrata mengaku pernah berziarah ke makam kakeknya ini di Elang. Namun, itu terjadi pada tahun 1960-an pada saat wilayah tersebut belum menjadi area pemukiman padat seperti sekarang. Pada tahun 1971, Charles bertolak ke Belanda dan bermukim di negeri itu hingga sekarang. Salah satu cicitnya Tan Sim Tjong, Adji Dharmadji bahkan lebih lama lagi. Ia terakhir kali berziarah ke makam Tan Sim Tjong, 65 tahun lalu. “Kondisinya sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan sekarang,” ujar Adji.

Keinginan mencari silsilah keluarga membuat Charles, Adji, Bambang, dan Wishnu saling berhubungan kembali melalui dunia maya. Selama kurang lebih dua tahun, akhirnya proses pencarian makam Tan Sim Tjong berhasil. “Kami senang, sekaligus sedih. Senang karena akhirnya bisa menemukan makam buyut kami, tapi sedih karena keadaannya sudah seperti itu, tinggal batu nisan yang sudah rusak,” ujar Bambang.

Yang tersisa dari area makam Tan Sim Tjong kini hanyalah sebuah batu nisan berpahatkan huruf Tionghoa yang sudah rusak. Makam Sim Tjong ini berada di antara ruang balai pertemuan, ruang kantor RW, dan panggung pertunjukan pesta Agustusan. Warga mengaku senang jika makam tersebut nanti akan dipugar dengan harapan makam tersebut menjadi situs sejarah sehingga banyak dikunjungi orang. ***

Advertisement