Berikut ini serial penelusuran tokoh Tan Sim Tjong yang ditulis oleh rekan saya dan sudah dimuat bersambung di HU Pikiran Rakyat

Bagian Pertama:

Telusur Silsilah Melalui Roman

MENJELANG Imlek lalu, Pikiran Rakyat mengulas sebuah roman Tionghoa yang menceritakan perkawinan satu marga (she) di Bandung pada tahun 1917. Roman berjudul Rasia Bandoeng yang ditulis oleh Chabbaneau itu mengisahkan drama percintaan antara Tan Tjin Hiauw dan Tan Gong Nio. Satu abad berlalu, roman tersebut ternyata menyisakan sebuah cerita nyata bagi turunan keluarga Tan Sim Tjong.

Adalah Charles Subrata, Bambang Tjahjadi, Wishnu Tjahyadi, Adji Dharmadji, dan dr. Benjamin J. Tanuwihardja, SpP, FCCP yang kemudian berkumpul di Kantor Redaksi Pikiran Rakyat pada Jumat (3/4/2015). Mereka adalah cucu dan cicit Tan Sim Tjong yang telah puluhan tahun tinggal berpencar. Charles bermukim di Belanda, Bambang di Jerman, Adji di Jakarta, Wishnu di Bekasi, dan Benjamin di Bandung. Turut pula Tjandra Suherman sebagai penerjemah Bahasa Tionghoa. Atas bantuan Direktur Pusat Studi Diaspora Tionghoa, Sugiri Kustedja, mereka berkumpul mengonfirmasi cerita demi penelusuran silsilah keluarga.

Bak menemukan biji dalam permainan puzzle, satu bab dalam roman itu membawa mereka pada masa-masa kehidupan sang kakek dan buyut tercinta yang namanya sempat diabadikan menjadi sebuah nama jalan kecil, yaitu Gang Simcong dan Sekolah Dasar Simcong di kawasan Cibadak dan Jalan Jenderal Sudirman, Bandung.

Bangunan tua bekas rumah Tan Sim Tjong di Jl. Jend Sudirman sekarang.
Bangunan tua bekas rumah Tan Sim Tjong di Jl. Jend Sudirman sekarang.

Bambang yakin bahwa tokoh bernama Tan Shio Tjhie, ayah dari Tan Tjin Hiauw dalam roman tersebut tak lain adalah buyutnya, Tan Sim Tjong. Bab IV dalam roman tersebut sangat detail mendeskripsikan tempat tinggal Tan Shio Tjhie. Jika digambarkan dalam sebuah denah, nyata benar bahwa rumah tersebut tak lain adalah rumah Tan Sim Tjong.

Dalam roman itu, penulis menggambarkan rumah Tan Shio Tjhie merupakan sebuah gedong besar di pinggir jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Jenderal Sudirman, RED), berhadapan dengan Gang Kapitan (sekarang Gang Wangsa, RED) dan di sebelah timur rumah tersebut mengalirlah Kali Citepus. “Itu (roman Rasia Bandoeng, RED) sebagaimana benarnya, kami mesti meneliti lebih jauh, yang pasti ketika membaca bab IV, itu jelas rumah kami,” tutur Bambang.

Dugaan Bambang ini diperkuat oleh Charles. Ia teringat semasa kecil, ayahnya pernah menceritakan mengenai perkawinan satu marga di keluarganya. Tan Tjin Hiauw, menurut dia, sesungguhnya adalah uaknya yang bernama Tan Tjeng Hu. Berdasarkan cerita ayahnya, sosok Tan Tjeng Hu ini adalah seorang pejuang cinta terhadap sosok pujaannya, Hermine Tan, yang dalam roman tersebut bernama Tan Gong Nio atau Hilda.

Charles menduga bahwa sang penulis menggunakan inisial yang sama untuk nama asli dan nama tokoh dalam roman. Contohnya, inisial TST untuk Tan Sim Tjong menjadi Tan Shio Tjhie dan inisial Tan Tjing Hu menjadi Tan Tjin Hiauw dalam roman tersebut.

Ketika disambangi ke lokasi tersebut, rumah gedong Tan Sim Tjong telah beralih kepemilikian. Namun, arsitektur rumah asli yang bergaya Imperial Indische dengan salah satu ciri khas pilar tinggi masih dipertahankan. Sementara, halaman rumah Tan Sim Tjong yang luas dan dulu ditanami pohon jeruk, kini telah berubah menjadi kawasan pemukiman dan lahan parkir yang cukup luas. Salah seorang pegawai, Deni, mengatakan bahwa pemilik rumah tengah berencana mengubah rumah tersebut menjadi sebuah restoran. Bersambung.

Advertisement