Repost

IMG_1004b

Bila sedang berjalan-jalan di sekitar Alun-alun Bandung, ada satu bangunan tua di sudut persimpangan dengan Jalan Banceuy. Sekarang bangunan bekas Nederlandsch Indie Escompto Mij itu dipakai oleh Bank Mandiri. Di menara bangunan ini terdapat jam besar dengan angka Romawi yang unik. Angka 4 yang biasa ditulis IV pada jam ini tertera IIII.

Bila membawa teman yang banyak jalan-jalan, biasanya mereka berkomentar bahwa angka IIII seperti pada jam ini memang unik dan terdapat juga di menara2 gedung kota lain. Yang paling sering disebut adalah Menara Gadang di Bukit Tinggi dan beberapa gedung di Jakarta atau Surabaya.

Dan memang, karena penasaran lalu browsing sana-sini, menara Bukit Tinggi ternyata paling banyak muncul. Lalu banyak cerita ajaib atau disebut misterius seputar angka IIII pada jam itu. Ya, akhirnya mencoba mencari tau lebih banyak saja, dan inilah yang saya dapatkan…

Angka Romawi adalah sistem penulisan angka pada kebudayaan Romawi yang menggunakan huruf-huruf Latin sebagai simbolnya. Umumnya sistem pengangkaan ini berdasarkan pada metode additif (penambahan) dan kemudian substraktif (pengurangan). Berbagai variasi dan perubahan dalam sistem pengangkaan Romawi sudah terjadi sejak abad pertengahan hingga akhirnya berujung pada sistem modern yang kita kenal sekarang.

Wikipedia
Wikipedia

Huruf-huruf yang dipakai dalam sistem ini adalah huruf kapital : I, V, X, L, C, D, dan M. Di masa lalu (dan dalam hal tertentu juga di masa kini) dipergunakan juga huruf-huruf kecil/minuskul seperti dalam halaman pendahuluan sebuah buku (i, ii, v, viij, dst). Namun secara umum pemakaiannya banyak berkurang. Dengan metode additif, biasanya angka yang lebih besar ditempatkan lebih dahulu dan disusul dengan angka kecil sebagai penambah : VIII (5 + 3=8), XIIII (10+4=14), DCLXXXX (=690), dst.

Kemudian berkembang pula metode substraktif yang mencapai puncaknya dengan penemuan mesin cetak. Hal ini memang berkaitan karena metode substraktif lebih hemat dibandingkan dengan additif : IX dibanding VIIII (=9), CDLXIII dibanding CCCCLXIII (=443), dst. Namun semua metode ini tidak berlaku absolut sehingga kita akan menemukan angka 49 yang ditulis dengan XLIX dan bukannya IL yang jelas lebih hemat. Semua variasi ini berkembang lebih karena kebiasaan-kebiasaan umum saja.

Untuk angka besar, digunakan simbol yang mewakili kelipatan 1000 atau 10.000. Misalnya saja garis-atas atau parentheses (tanda kurung) untuk kelipatan seribu : V atau (V) untuk 5.000 dan D atau (D) untuk 500.000. Anehnya angka Romawi modern tidak memiliki angka 0 (nol) walaupun sebenarnya pada penulisan kuno sudah dikenal konsep nulla (dari bahasa Latin yang artinya “kosong”) yang kadang ditulis dengan huruf N sebagai inisial nulla. Konsep angka 0 tercatat digunakan oleh Dionysius Exiguus pada tahun 525 M dan Bede pada tahun 725 M.

http://mentalpluffmud.com
http://mentalpluffmud.com

Penulisan menggunakan angka Romawi masih berlangsung hingga sekarang dan berlaku secara internasional, misalnya dalam penulisan pembabakan sebuah buku (chapter), halaman pendahuluan dalam sebuah buku, notasi musik, angka dalam jam, urutan hirarkis dalam suatu struktur, urutan keturunan dalam keluarga dengan nama sama, urutan event berkala, tahun produksi sebuah film, penomoran-penomoran tertentu seperti dalam copyrights, dst.

Khusus untuk pengangkaan dalam jam agak unik karena masih sering menggunakan angka IIII dan bukan IV untuk 4 walaupun untuk kebutuhan penulisan lainnya secara umum digunakan IV. Perubahan paling umum dari IIII menjadi IV dalam pengangkaan jam belum berlangsung lama, mungkin sekitar tahun 1930-an.

Berikut ini beberapa alasan yang menjadi sebab angka IIII masih dipertahankan:

– Huruf IV sudah dikenal sebagai representasi dari Dewa Jupiter yang penulisan inisialnya dalam tulisan Romawi adalah IV (IVPPITER), sehingga untuk jam digunakan IIII.

– Raja Perancis, Louis XIV, yang lebih menyukai IIII, pernah memerintahkan agar semua pembuat jam menggunakan angka IIII dan bukan IV.

– Ada pendapat bahwa dengan angka IV maka akan membingungkan orang, terutama anak-anak, karena ada dua angka yang mirip, yaitu IV dan VI apalagi dengan letak yang terbalik pada muka jam, sehingga menggunakan IIII akan jelas membuat perbedaan.

– Angka IIII pada jam akan terlihat lebih simetris dengan VIII di sisi kirinya ketimbang menggunakan IV.

– Aspek simetris juga akan lebih tampak bila memerhatikan bahwa pada urutan empat angka pertama hanya terdapat huruf-huruf “I” saja, kemudian akan muncul empat “V”, dan akhirnya empat “X”.

– Konon juga para pembuat jam hanya meneruskan tradisi saja dengan menggunakan IIII, karena diketahui dari jam- jam kuno yang masih dapat ditemukan (Wells Cathedral, 1386-1392), semuanya menggunakan IIII.

http://www.homestansted.co.uk
http://www.homestansted.co.uk

Dari banyak sumber, terutama:
http://mathworld.wolfram.com/RomanNumerals.html
http://my.netdirect.net/~charta/Roman_numerals.html

Advertisement