PAKUAN PAJAJARAN
Sebelum kedatangan VOC ke Nusantara, wilayah Bandung yang mungkin masih berupa hutan belantara, termasuk ke dalam kekuasaan Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran. Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Tarusbawa pada sekitar abad-8 M. Nama kratonnya, yang terdiri dari lima bangunan, menurut Saleh Danasasmita, Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Tarusbawa memerintah antara 669 M – 723 M. Batas kerajaan saat itu adalah seluruh wilayah di sebelah barat Ci Tarum. Sementara sebelah timur Ci Tarum berada dalam kekuasaan Kerajaan Galuh.
BOJONGGALUH
Setelah putri Tarusbawa menikah dengan pewaris tahta Kerajaan Galuh, Sanjaya (723 M – 732 M), kedua kerajaan ini bergabung dan ibukota kerajaan Sunda dipindahkan ke Galuh (Bojonggaluh, dekat Ciamis). Hingga tahta dilanjutkan oleh putra Sanjaya, Rahiyang Tamperan ((732 M – 739 M), pusat Kerajaan Sunda masih berada di sini. Baru setelah putra Tamperan, Rahiyang Banga (739 M – 766 M) menjadi raja, pusat kerajaan dipindahkan lagi ke Pakuan Pajajaran. Pada masa ini batas wilayah kerajaan Sunda adalah seluruh wilayah di sebelah barat Kali Pamali.
KAWALI
Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana (1475 M – 1482 M), pusat pemerintahan kerajaan berada di kraton Surawisesa di Kawali (dekat Ciamis). Lalu pada masa Sri Baduga Maharaja (1474 M – 1513 M), pusat pemerintahan kembali pindah ke Pakuan Pajajaran hingga keruntuhan kerajaan tersebut akibat serangan tentara Banten (1579 M).
SUMEDANG LARANG
Dalam ketiadaan pemerintahan ini muncul Geusan Ulun yang dengan dukungan empat bersaudara bekas panglima perang tentara Pajajaran dinobatkan sebagai penguasa baru. Masing2 panglima itu adalah Embah Jayaperkosa, Embah Nanggeran, Embah Kondanghapa, dan Embah Terong Peot. Nama kerajaan baru itu adalah Sumedang Larang dengan ibukota di Kutamaya. Batas wilayah kekuasaannya adalah Kali Cisadane di sebelah barat dan Kali Pamali di sebelah timur. Prabu Geusan Ulun memerintah antara 1580 M – 1608 M.

PRIANGAN
Setelah Geusan Ulun wafat pada tahun 1608, pemerintahan dilanjutkan oleh anak tirinya, Pangeran Aria Suriadiwangsa (1608 M – 1624 M). Tahun 1620 M, saat Mataram melakukan perluasan wilayah ke seluruh Nusantara, Sumedang sudah tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Pangeran Aria Suriadiwangsa datang ke Mataram untuk menyatakan penyerahan kepada kekuasaan Mataram. Ada dua hal yang melatari penyerahan ini: 1) situasi Sumedang Larang terjepit di antara kekuatan Banten dan Mataram, dan 2) Pangeran Suriadiwangsa masih memiliki hubungan keluarga dengan Mataram dari pihak ibunya, Ratu Harisbaya. Ia masih bersaudara dengan Panembahan Senopati.
Pada masa inilah wilayah Sumedang Larang mulai disebut Priangan yang datang dari kata Prayangan, artinya “daerah pemberian”. Wilayah ini menjadi benteng pertahanan Mataram di sebelah barat dalam mengahadapi serangan baik dari pasukan Banten maupun kompeni yang berada di Batavia. Sultan Agung mengangkat Pangeran Aria Suriadiwangsa sebagai Bupati Wedana Priangan (1620 – 1624) dengan gelar Pangeran Dipati Rangga Gempol Kusumadinata (atau Rangga Gempol I). Wilayah bekas kekuasaan Sumedang Larang menjadi daerah kabupaten di bawah kekuasaan Mataram. Pada masa ini terdapat dua wilayah kabupaten yang menjadi bawahan Sumedang Larang, yaitu Batulayang dan Tatar Ukur.
TIMBANGANTEN – TATAR UKUR
Yang disebut Tatar Ukur adalah suatu wilayah kerajaan kecil di bawah Pajajaran, yaitu Timbanganten. Pusat pemerintahannya berada di Tegalluar. Pada tahun 1450 M, kerajaan kecil ini diperintah oleh Ujang Euken atau Prabu Pandaan Ukur dan sejak ini wilayahnya dikenal juga dengan nama Bumi Ukur atau Tatar Ukur. Prabu Pandaan Ukur kemudian digantikan oleh anaknya, Dipati Agung, yang memindahkan pusat kerajaan ke Bayabang, di tepi sungai Ci Tarum. Pemerintahan Dipati Agung lalu dilanjutkan oleh menantunya, Raden Wangsanata, yang lebih dikenal sebagai Dipati Ukur.
Wilayah kekuasaan Tatar Ukur meliputi 9 daerah yang disebut Ukur Sasanga, yaitu:
1) Ukur Bandung : Banjaran dan Cipeujeuh
2) Ukur Pasirpanjang : Majalaya dan Tanjungsari
3) Ukur Biru : Ujungberung Wetan
4) Ukur Kuripan : Ujungberung Kulon, Cimahi, dan Rajamandala
5) Ukur Curugagung : Cihea
6) Ukur Aranon : Wanayasa (Krawang)
7) Ukur Sagaraherang : Pamanukan dan Ciasem
8) Ukur Nagara Agung : Gandasoli, Adiarsa, Sumedangan, Ciampel, Tegal-waru, Kandangsapi,
dan Cabangbungin
9) Ukur Batulayang : Kopo, Rongga, dan Cisondari.
DIPATI UKUR
Pada tahun 1624, Sultan Agung memerintahkan Rangga Gempol I untuk menaklukkan Sampang di Madura. Jabatan Bupati Priangan kemudian diwakilkan kepada adiknya, Pangeran Dipati Rangga Gede. Pada saat inilah Banten berhasil menyerang dan menduduki Sumedang (Priangan). Kepala daerah Tatar Ukur, yaitu Dipati Ukur, berhasil mengusir Banten dari Sumedang, karena itu jabatan Bupati Wedana Priangan diserahkan kepadanya, sementara Rangga Gede ditahan di Mataram. Wilayah kekuasaan Dipati Ukur meliputi Sumedang, Bandung, Limbangan, Sukapura, Krawang, Pamanukan, Ciasem, dan sebagian Cianjur.
Pada 1628, Sultan Agung memerintah Dipati Ukur untuk menyerang Kompeni di Batavia. Dipati Ukur yang menyanggupi perintah ini ternyata mengalami kegagalan. Dipati Ukur memberontak terhadap kekuasaan Mataram namun berhasil tertangkap pada tahun 1630. Jabatan Bupati Wedana Priangan dikembalikan kepada Rangga Gede yang sudah dibebaskan dari tahanan Mataram.

KABUPATEN BANDUNG
Antara tahun 1641 – 1645, Mataram membagi Priangan menjadi empat kabupaten, yaitu 1) Kabupaten Sumedang di bawah Pangeran Dipati Rangga Gempol II, 2) Kabupaten Sukapura di bawah Tumenggung Wiradadaha, 3) Kabupaten Bandung di bawah Tumenggung Wiraangunangun, dan 4) Kabupaten Parakanmuncang di bawah Tumenggung Tanubaya. Sementara itu Krawang dijadikan kabupaten tersendiri di bawah pengawasan Bupati Wedana Priangan.
Sunan Amangkurat I yang melanjutkan pemerintahan Sultan Agung di Mataram kembali membuat reorganisasi pemerintahan di Priangan dengan membaginya menjadi 9 ajeg (setingkat kabupaten), masing-masing 1) Sumedang, 2) Bandung, 3) Parakanmuncang, 4) Sukapura, 5) Krawang, 6) Imbanagara, 7) Kawasen, 8) Wirajaba (Galuh), dan 9) Sekace (Galunggung/Sindangkasih).
Setelah Amangkurat I wafat, ternyata Mataram mengalami berbagai konflik antarkeluarga dan serangan2 dari luar yang melemahkan kerajaan ini. Kompeni yang membantu Mataram mengatasi masalah ini mendapatkan balas jasa berupa penyerahan wilayah Priangan Barat dan Tengah (1677). Pada tahun 1705 seluruh wilayah Priangan dan Cirebon sudah dikuasai oleh Kompeni.
Untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tugas para bupati di Priangan, Kompeni mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai Bupati Kompeni (1706 – 1723). Seluruh wilayah Priangan diwajibkan menyerahkan hasil buminya kepada Kompeni. Kebijakan ini dikenal dengan sebutan Preangerstelsel atau Sistem Priangan. Setelah VOC bubar pada tahun 1799, sistem ini akan berlanjut terus dalam kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.

Tambahan:
Gambaran Priangan modern menurut buku Ensiklopedi Sunda (Ajip Rosidi, ed, Pustaka Jaya, 2000) adalah sebagai berikut:
Priangan sekarang adalah daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat yang mencakup Kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis, dengan luas wilayah kira2 seperenam dari luas Pulau Jawa (+/- 21.524 km2).
Di sebelah utara berbatasan dengan daerah Krawang, Purwakarta, Subang, dan Indramayu; sebelah timur berbatasan dengan daerah Majalengka, Kuningan, dan Jawa Tengah dengan batas alam Sungai Citanduy; sebelah selatan dibatasai oleh Samudera Indonesia; dan sebelah barat berbatasan dengan daerah Sukabumi dan Bogor.
Lahan daerah Priangan terdiri atas dataran rendah, perbukitan, dan gunung2 yang jumlahnya cukup banyak, antara lain: G. Gede, G. Kancana, G. Masigit (Cianjur); G. Tangkuban Parahu, G. Burangrang, G. Malabar, G. Bukit Tunggul (Bandung); G. Tampomas, G. Calancang, G. Cakra Buana (Sumedang); G. Guntur, G. Haruman, G. Talagabodas, G. Karacak, G. Galunggung (Garut); G. Cupu, G. Cula Badak, G. Bongkok (Tasikmalaya); G. Syawal (Ciamis).
Dengan banyaknya gunung, daerah Priangan memiliki banyak sungai, sehingga daerahnya cukup subur.
Sumber foto: Tropen Museum.
June 8, 2013 at 1:25 am
gile, ini ternyata sejarahnya… 😀 nicee nicee