Perjalanan ke Jawa I

Seperti sudah diceritakan sebelumnya, Chulalongkorn atau Raja Rama V dari Kerajaan Siam pernah tiga kali mengunjungi Pulau Jawa. Masing2 tahun 1871, 1896, dan 1901. Berikut ini ringkasan kisah kunjungannya, terutama di bagian Bandung dan Priangan.

Chulalongkorn2

Perjalanan luar negri Chulalongkorn yang pertama berlangsung dari tanggal 9 Maret 1871 sampai 15 April 1871. Saat itu usia Chulalongkorn masih 18 tahun. Tujuan perjalanannya adalah semacam study-tour, ingin menyaksikan langsung kehidupan masyarakat di negri lain sambil belajar tata pemerintahan negri2 tetangganya. Detil seluruh perjalanan biasanya diceritakan oleh Rama V kepada asistennya yang selalu mengikuti dan diberi tugas mencatat.[1]

Dalam perjalanan pertama ini Rama V menggunakan kapal kerajaan, Pitthayamronnayuth yang bertolak dari Bangkok dan membawa 208 orang penumpang. Kapten kapal, John Bush, yang saat itu menjabat Kepala Pelabuhan Bangkok, adalah satu2nya orang asing dalam kapal itu. Rute perjalanan melewati dan mampir ke Singapura lalu menyusuri pantai timur Sumatra sampai masuk wilayah Kepulauan Seribu dan akhirnya, Batavia. Di Batavia, Rama V disambut oleh banyak pejabat pemerintahan Hindia Belanda. Gubernur Jendral membuat dua surat edaran, “Apa yang Harus Dilakukan Saat Kedatangan Raja Siam” dan “Rangkaian Perjalanan Raja Siam Selama 5 Hari di Batavia”. [2]

Dari Batavia, Rama V bertolak ke Semarang dan tinggal di kota ini selama 4 hari sebelum kembali ke Singapura dan pulang ke Bangkok. Setibanya kembali di Siam, Rama V memesan dibuatkan dua buah patung gajah berbahan perunggu. Masing2 patung ini dikirimkan ke Singapura dan Batavia sebagai tanda terima kasih atas sambutan hangat yang diterima oleh Rama V selama berada di kedua kota itu. Di Batavia patung gajah ditempatkan di halaman Museum Nasional dan masih berdiri tegak sampai sekarang. Karena keberadaan patung ini juga Museum Nasional sering disebut Museum Gajah. [3]

Patung-gajah.-Foto-KITLV

Perjalanan ke Jawa II

Perjalanan Rama V yang kedua kalinya ke Pulau Jawa berlangsung pada 9 Mei 1896 sampai 12 Agustus 1896. Berbeda dengan perjalanan pertama yang hanya diikuti oleh kaum pria, dalam perjalanan kali ini sejumlah perempuan dari keluarga kerajaan turut serta. Seluruh perjalanan ini dicatat dan kemudian diterbitkan dalam bentuk dua buah buku, “A Journey of Over Two Months to Java by H.M. King Chulalongkorn” yang berbentuk catatan harian serta sebuah buku catatan resmi seluruh kegiatan raja selama perjalanan yang ditulis oleh Pangeran Sommot Amornpan.

Ada dua alasan utama kunjungan Rama V ke Pulau Jawa yang kedua kalinya ini. Yang pertama adalah kebutuhan untuk memulihkan kesehatannya yang menurun akibat kegiatan sehari2 di kerajaannya. Jawa adalah tempat yang baik untuk beristirahat, apalagi dalam kunjungan pertamanya Rama V melewatkan suasana pergunungan di Jawa sehingga merasa perlu untuk mengunjunginya kali ini. Alasan kedua karena terkesan oleh keramahan dan perhatian yang telah diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada rombongannya dalam kunjungan pertama.

Kali ini rombongan menggunakan kapal Maha Chakri. Seperti sebelumnya, rombongan kerajaan juga mampir lebih dulu ke Singapura (kali ini juga ke Bangka) sehingga rombongan baru akan tiba di Batavia siang hari pada tanggal 25 Mei 1896. Dalam kunjungan singkat ke Bangka, Rama V dapat melihat bagaimana penduduk pribumi tampak takut kepada orang2 barat. Hal sama pernah dicatat oleh Rama V saat kunjungan ke P. Jawa, penduduk pribumi selalu menunduk atau membungkuk kepada orang2 barat.

Di Batavia, Rama V mendatangi lokasi dipajangnya patung gajah yang dihadiahkannya kepada Hindia Belanda pada 1871. Menurutnya patung ini didirikan dengan sangat bagus, lebih baik daripada yang ada di Singapura. Apalagi pada bagian kakinya dipasang alas batu dengan ornamen seperti Candi Borobudur.

Foto koleksi KITLV
Foto koleksi KITLV

Rama V juga mengunjungi pasar, penjara, toko2, taman, dan banyak tempat lain sambil mengamati semua hal yang dilihatnya, termasuk cara berpakaian, makanan, dan minuman. Rama V mencatat bahwa kualitas air tanah di Batavia begitu buruk. Airnya berbau dan bila dipakai menyeduh teh kualitas rendah pun airnya langsung memerah dan pekat, sampai2 Rama V mencoba membandingkannya dengan air hujan yang ternyata menghasilkan warna normal ketika dicampur dengan teh. Dilihatnya orang2 Belanda hanya minum air mineral saja.[4]

Hotel Belle Vue, Buitenzorg
Hotel Belle Vue, Buitenzorg

Setelah beberapa hari, rombongan Rama V berangkat ke Buitenzorg (Bogor) menggunakan kereta api. Rombongan menginap di Hotel Belle Vue (sekarang Hotel Salak). Di sini Rama V dapat melihat bahwa para pejabat Belanda tidak secara langsung berhadapan dengan pribumi, mereka membuat sistem administrasi yang hirarkis mulai dari Residen dan Asisten Residen yang dijabat oleh orang2 Belanda dan di bawahnya adalah kepala2 daerah mulai dari Regent (Bupati), Wedana, Asisten Wedana, dan Kepala Desa yang dijabat oleh bangsawan2 pribumi. Rombongan Rama V juga mengunjungi Kebun Raya dan berjumpa dengan direkturnya yang terkenal, Dr. Melchior Treub.[5]

Sindanglaja
Sindanglaja

Tujuan berikutnya adalah Garut.[7]
Berbeda dengan kunjungan sebelumnya pada tahun 1871, kali ini Rama V sudah meminta agar tidak diadakan sambutan2 resmi bagi rombongannya sehingga dapat lebih leluasa bergerak dan mengamati. Karena itu perjalanan kali ini dapat berlangsung lebih santai. Di Garut, Rama V menginap di sebuah hotel dekat stasiun yang dimiliki oleh Van Horck.

Hotel Van Horck di sebelah kanan
Hotel Van Horck di sebelah kanan

Hampir setiap hari Rama V datang ke ke Cipanas, dalam perjalanan ia dapat menikmati pemandangan gunung2 Guntur, Kracak, Cikuray, dan Papandayan. Di Garut, Rama V juga mendatangi tempat pembuatan sarung serta mengamati proses kerjanya, menyaksikan kegiatan panen ikan, menonton pertunjukan angklung, wayang, adu domba, dll. Salah satu tontonannya adalah seorang penyanyi klab yang disebutnya sebagai orang Belanda kelahiran Jawa yang belajar menyanyi di Paris.

Sitoe Bagendit
Sitoe Bagendit

Rama V juga mengunjungi Situ Bagendit yang indah. Di sini ia dijamu minum teh oleh Wedana dan Asisten Wedana. Residen saat itu juga mengajaknya berjalan2 keliling kampung melihat rumah Sunda yang hanya memiliki satu pintu pendek dan tanpa jendela. Setelah itu diundang pula bertamu ke rumah residen.

Suatu hari Rama V bersiap akan mendaki Gunung Papandayan. Malamnya rombongan menginap dulu di sebuah pesanggrahan di Cisurupan. Sebagai hiburan, malam itu digelar pertunjukan ronggeng dan wayang golek. Di masa itu sebagian kalangan menganggap ronggeng adalah pertunjukan seronok yang bahkan dilarang penampilannya di Yogya, Solo, atau Surabaya.

Papandajan
Papandajan

Dalam pendakian Gunung Papandayan, Rama V menunggang seekor kuda, sementara ratu dan perempuan lainnya menggunakan kursi yang ditandu oleh para pribumi. Pendakian berhasil mencapai puncak dan selewat siang rombongan sudah kembali ke Cisurupan dan dilanjutkan pulang ke Garut.

Grand Hotel Homann
Grand Hotel Homann

Dengan menggunakan kereta api, rombongan Rama V tiba di Bandung menjelang siang pada tanggal 17 Juni 1896. Rombongan raja disambut oleh Residen dan Asisten Residen Priangan, kemudian diarak oleh warga dari stasiun melewati Kampung Cina sampai ke Hotel Homann.[8] Rencananya Rama V hanya akan tinggal satu malam saja di Bandung, namun ternyata ada banyak hal yang tampak terlalu menarik untuk dilewatkan. Makanannya adalah yang terbaik sejak mereka tiba di Pulau Jawa, jenisnya pun banyak.

Di Bandung, Rama V mengunjungi Kweekschool dan MULO, juga menyaksikan pacuan kuda di Tegallega. Malamnya diundang ke ke Pendopo untuk menyaksikan Bupati Bandung dan Bupati Manonjaya menari tandak. Di sini Rama V asik berdiskusi dengan Bupati Manonjaya tentang cerita Panji yang dibandingkan dengan cerita Inau di Siam.[9]

Theeonderneming Tjioemboeloeit
Theeonderneming Tjioemboeloeit

Tempat2 lain yang dikunjungi Rama V di Bandung adalah pabrik kereta api, Societeit Concordia, pertokoan di Bragaweg, dan perkebunan teh di Ciumbuleuit. Diceritakannya bahwa perkebunan ini awalnya menanam bibit teh Szechwan, namun setelah beberapa tahun, kualitasnya menurun, dan inilah yang sering disebut Java Tea yang harganya murah. Setelah itu, bibit teh diganti menggunakan bibit dari Assam. Rama V sempat menyaksikan seluruh proses pengolahan teh di perkebunan ini.

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_Dago-waterval_bij_Bandoeng_TMnr_60025884

Pada tanggal 19 Juni, Rama V pergi mengunjungi Curug Dago dengan menggunakan tandu, dilanjutkan dengan berkuda, dan akhirnya berjalan kaki. Saat itu gerimis sehingga perjalanan menjadi agak sulit. Di sini Rama V tertarik kepada satu jenis buah palm (cangkaleng) dan memesan 1000 bibitnya untuk ditanam di Siam. Belakangan Rama V baru tahu bahwa buah itu juga terdapat di Siam, terutama di daerah Utaradit, sebuah provinsi di sebelah utara Siam.

Suatu malam, kamar Rama V di Hotel Homann ternyata kosong tanpa ada penjelasan apapun dari pihak kerajaan. Peristiwa ini sering diceritakan bahwa sang raja diam2 pergi ke Curug Dago untuk melakukan meditasi. Padahal menurut catatannya, Rama V hanya pergi menonton ronggeng dan pertunjukan wayang.

Ronggeng di Batavia
Ronggeng di Batavia

Ronggeng di Batavia

Tanggal 20 Juni, rombongan Rama V berangkat menuju Sukabumi lewat Cimahi, lalu Cianjur. Hanya semalam saja di sini karena keesokan harinya rombongan kembali berkereta api menuju Garut dan menginap di hotel yang sama seperti sebelumnya, Van Horck. Pada tanggal 22 Juni, Rama V berangkat ke Wanaraja untuk pendakian menuju Talaga Bodas. Sekembalinya di Garut, Rama V mengisi waktu dengan menulis catatan perjalanan, mengunjungi pasar mingguan, dan menyaksikan perayaan sunat di rumah patih.

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_aan_Brahma_Shiva_en_Vishnu_gewijde_tempels_op_de_Candi_Lara_Jonggrang_oftewel_het_Prambanan_tempelcomplex_TMnr_60020656

Pada tanggal 25 Juni, rombongan berangkat dengan kereta api menuju Maos untuk kunjungan ke Cilacap. Setelah mengunjungi Cilacap, Rama V menuju Yogyakarta, mengunjungi candi2 Kalasan, Sari, Prambanan yang masih terkubur sebagian. Di Prambanan Rama V meragukan urutan pemasangan relief yang saat itu sedang mengalami restorasi, karena berbeda dengan relief yang terdapat di Kuil Emerald di Bangkok. Rama V juga mendatangi Tamansari yang rusak akibat gempa pada 1867, ke Kedu untuk melihat Borobudur.

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Reliëf_O_128_op_de_verborgen_voet_van_de_Borobudur_TMnr_10015865

Khusus untuk Borobudur, Rama V sampai tiga hari berturut2 datang ke sana dan memeriksa hampir semua detilnya serta membuat banyak catatan. Setelah merasa cukup, perjalanan rombongan dilanjutkan dengan mengunjungi Kota Gede, Solo, Surabaya, Bromo, lalu memutar kembali ke arah barat menuju Kediri, Madiun, Semarang, kemudian dengan kapalnya ke Cirebon, Batavia, dan kembali ke Bangkok.

Perjalanan ke Jawa III

Perjalanan ketiga kalinya ke Pulau Jawa berlangsung dari 5 Mei 1901 sampai 24 Juli 1901. Seperti biasa, keseluruhan perjalanan akan dicatat dan diterbitkan dalam dua buku, sebuah catatan harian berjudul: “A Diary of the Last Journey to Java in 1901 by H.M. King Chulalongkorn” dan sebuah laporan resmi: “The Official Dispacthes of His Majesty’s Daily Activities to the Public in Bangkok, Recorded by Prince Sommot Amornpan and Printed in the Government Gazette.”

Buku pertama dikerjakan oleh Putri Suddhadibya Ratana, yang dalam perjalanan ini bertugas sebagai sekretaris pribadi sang raja. Selain kedua buku tadi, masih ada satu buku lain yang berisi catatan perjalanan rombongan Rama V: “ A Journey of Over Two Months to Java in Rattanakosin Era 115” yang beredar di lingkungan terbatas. Selain itu, keseluruhan laporan resminya pun akan diterbitkan dalam bentuk kumpulan berjudul “Dispatches of Three Journeys to Java by King Rama V.”

Perjalanan ketiga kembali menggunakan kapal Maha Chakri dan seperti perjalanan2 sebelumnya, singgah di Singapura. Selanjutnya rombongan menuju Batavia dan mendarat di pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 14 Mei. Dari Tanjung Priok langsung ke Buitenzorg dengan menggunakan kereta api dan menyewa seluruh Hotel Belle Vue untuk menginap. Saat di Buitenzorg, Rama V sempat ke Tangerang untuk melihat pabrik pembuatan topi berbahan bambu dan memesan cukup banyak. Topi sejenis itu terdapat juga di Thailan dan disebut Topi Kelapa.

Tanggal 19 Mei rombongan tiba di Bandung Keesokan harinya Rama V mengunjungi pabrik kina dan melihat proses2 kerja di sana. Pada masa itu di Bandung banyak terdapat peternakan kuda dan istal2 penyewaan atau penjualan. Rama membeli beberapa ekor yang sudah disiapkan pemerintah sesuai keperluan rombongan selama di Bandung. Rama V juga kembali berkunjung ke istana Gubernur Jendral di Cianjur dan berkeliling melihat seluruh kompleks istana.

Sementara itu, Pangeran Asdang yang sejak berangkat memang kurang baik kesehatannya mulai tampak sakit serius. Selain dokter pribadi dan dokter lain dari Bandung, Rama V juga memanggil dokter lain dari Batavia untuk membantu pengobatan. Situasi di luar dugaan ini membuat rombongan Rama V tinggal cukup lama di Bandung dan membatalkan beberapa rencana perjalanan termasuk undangan untuk berkunjung ke kompleks militer di Cimahi.

Selama menunggu penyembuhan Pangeran Asdang, Rama V tidak banyak bepergian terlalu jauh, hanya di sekitar penginapan atau ke Alun2. Ternyata banyak pihak yang memberikan perhatian terhadap masalah yang dialami oleh Rama V, termasuk seorang nyonya Belanda berusia 84 tahun yang berdoa dan datang menemui Pangeran Asdang. Menjelang kesembuhan Pangeran Asdang, Rama V akan berkunjung secara pribadi ke rumah nyonya Belanda itu di persimpangan antara rel kereta api dengan Residentweg.

Pada tanggal 6 Juni Rama V berkunjung ke Curug Dago menggunakan kereta kuda. Di sana Rama V membuat guratan namanya di atas sebuah batu. Pada bagian ini tidak ada cerita tentang raja yang bermeditasi. Kembali dari Curug Dago, Rama V memberikan sumbangan duaribu Gulden kepada rumah sakit mata Bandung. Rama V juga membuat bahwa sangat sulit baginya untuk berjalan2 sendirian, karena ada yang memaksa untuk menemani atau sekadar memayungi selama ia berada di luar.

Rama V juga berencana untuk mendaki Gunung Putri. Sayang, perjalanan yang panjang dengan berganti kereta kuda membuat hari sudah terlalu sore ketika ia tiba di kaki bukit, sehingga ia membatalkan rencananya mendaki.

Saat itu Bandung sedang banyak sekali diguyur hujan sehingga tidak banyak pula kegiatan yang dapat dilakukan. Selain memenuhi undangan menyaksikan pertunjukan wayang atau tari tandak di Pendopo, biasanya Rama V tinggal di hotel saja sepanjang waktu. Baru pada 15 Juni , setelah kondisi Pangeran Asdang membaik, rombongan berangkat menuju Garut untuk kunjungan satu hari saja.

Pada tanggal 19 Juni, Rama V menyempatkan diri menghadiri ritual panen sawah di Padalarang. Seluruh pemanen adalah kaum perempuan yang melakukan rangkaian doa lebih dahulu sebelum memotong padi menggunakan peralatan yang tampak aneh, ani-ani. Ini semacam pisau kecil berbentuk sabit yang dapat digenggam sebelah tangan. Para pemanen melakukannya dengan sangat cepat. Setelah itu disajikan berbagai acara hiburan seperti wayang wong, wayang kulit, musik angklung, dan sejumlah tari2an.

Sambil rombongan mempersiapkan kebutuhan perjalanan pulang ke Bangkok, Rama V banyak berjalan2 di sekitar Alun2 dan berbelanja apa2 yang disukainya. Rama V juga membeli sebuah kursi roda untuk kebutuhan Pangeran Asdang. Toko2 yang dikunjunginya saat itu adalah Solomonson, de Vries, Dunlop, dan sebuah toko barang bekas yang menurutnya jauh lebih baik daripada yang ada di Bangkok. Rama V juga berkunjung ke sebuah pemandian di Cihampelas yang saat itu banyak didatangi perempuan Eropa. Menurutnya, pemandian ini akan sangat bagus bila dijadikan kolam renang.

Sambil menunggu pemulihan Pangeran Asdang, Rama V sempat meluangkan waktunya beberapa hari untuk berkunjung ke Yogya, Solo, Madiun. Dalam kunjungan ini Rama V hanya membawa serta rombongan kecil saja. Baron Quelles yang baru tiba dari Eropa bertugas menemani seluruh bagian perjalanan ke timur ini. Dalam kunjungan ke candi2, Rama V ditemani juga oleh Dr. Groneman, direktur Archaeological Society, yang sudah pernah ditemuinya dalam perjalanan tahun 1896. Di Yogya, Rama V melihat sejenis bunga yang banyak ditemui di Siam, namanya Fa Foi. Namun warga Yogya ternyata tidak memiliki nama untuk jenis bunga itu, sehingga sejak itu mereka menamakannya Kembang Raja Siam.

Kembali ke Bandung, Rama V dan rombongan sudah mempersiapkan seluruh keperluan keberangkatan pulang ke Bangkok. Dalam perjalanan pulang menuju Batavia, rombongan masih akan dijamu makan siang di istana Gubernur Jendral di Buitenzorg selain berkunjung ke sejumlah tempat lain. Di Batavia rombongan masih akan menginap di hotel Des Indes satu malam dan Rama V menyempatkan diri melihat pabrik opium milik pemerintah di Meester Cornelis. Rama V menyaksikan seluruh detil proses pembuatan opium di pabrik ini.

Keesokan harinya rombongan sudah bersiap bertolak menuju Bangkok dengan kapal Maha Chakri. Keberangkatan dilepas dengan sejumlah tembakan penghormatan meriam2 dari kapal2 Belanda.


[1] Salah satu buku dari hasil perjalanan2 ini adalah “Dispatches of 3 Journeys to Java by King Rama V”.

[2] Gubernur Jendral saat itu adalah Pieter Mijer yang menjabat antara 1866-1872

[3] Namanya saat itu adalah Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, didirikan oleh J.C.M. Rademacher pada 24 April 1778. Selain julukan Museum Gajah, dikenal juga dengan nama Gedung Arca.

[4] Air minum import yang sering disebut Air Belanda.

[5] Kebun Raya Bogor didirikan oleh Prof. Reindwart pada tahun 1817 dengan nama s’Lands Plantuinte Buitenzorg

[6] Gubernur Jendral saat itu adalah Jhr. Carel Herman Aart van der Wijck yang masa jabatannya antara 1840-1914.

[7] Menurut Roelcke & Crabb dalam All Around Bandung (1994), Garut adalah lokasi pertama di Pulau Jawa yang dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Kota ini dikenal dengan julukan Switzerland van Java.

[8] Grand Hotel Homann adalah hotel pertama yang berdiri di Bandung (1871). Dibangun oleh keluarga Jerman, Albert Homann.

[9] Cerita Inau dibuat oleh kakek Rama V, yaitu Rama II (Buddha Loetla Nabhalai), berdasarkan sebuah cerita dari Jawa yang diduga sebagai Cerita Panji.

Advertisement